‘PNBP Menyasar Ke Sektor Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat’
Jakarta, Aktual.com – Mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid (Gusdur), Rizal Ramli, mengatakan tidak habis pikir dengan kebijakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang akan menjadikan sektor pendidikan dan pelayanan masyrakat sebagai objek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Istilahnya kan bukan pajak, penerimaan bukan pajak atau service charge untuk kegiatan pendidikan, yaitu uang pangkal, yaitu uang semesteran. Padahal undang-undang dasar kita bahkan sangat maju. Pendidikan itu haknya rakyat, tujuan bernegara untuk mencerdaskan bangsa, kok ada Menteri Keuangan yang sangat keblinger mau coba bebani lagi universitas lembaga pendidikan yang memang sudah susah hidupnya, kok mau dinaikan lagi,” kata Rizal saat menjadi keynote speaker dalam agenda diskusi publik bertema “RUU PNBP Lolos Rakyat Tambah Beban” yang digelar di Jakarta, Rabu, (1/11).
Menurutnya, segala urusan yang menyangkut hajat hidup masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dan pelayanan masyarakat harus bisa dinikmati secara gratis.
“Termasuk kesehatan, termasuk pendidikan tadi, termasuk urusan kawin dan sebagainya yang sebetulnya hak masyarakat, hak rakyat untuk dapatkan fasilitas itu. Karena rakyatkan sudah bayar pajak,” ujar Rizal.
“Wong kita sudah bayar kok, kemana uangnya yang dibayar pajak itu selama ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rizal juga mengungkapkan bahwa indikasi perencaan sektor pendidikan dan pelayanan masyrakat masuk dalam PNBP adalah besarnya hutang negara.
“Ternyata sepertiga lebih dari pada penerimaan pajak dipakai buat bayar hutang. Makanya kekurangan uang sehingga harus narikin, mengenakan service charge untuk sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ungkap Rizal.
“Kalau mau pajakin atau kena service charge kenakan kepada sektor yang benar-benar komersil,” sambungnya.
Untuk itu, Rizal mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengkritisi kebijakan tersebut.
“Kami minta semua teman-teman, kawan-kawan kita lawan sistem yang tidak adil ini yang menomorsatukan kreditor ketimbang kepentingan rakyat banyak,” tutupnya.
Berikut cuplikannya:
Reporter: Warnoto