Jakarta, Aktual.com — Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Barat melimpahkan tahap dua berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan terminal haji di Bandara Internasional Lombok (BIL).
Direktur Ditreskrimsus Polda NTB melalui Kanit I Subdit III Tipikor Komopol Arief Yuswanto kepada wartawan mengatakan, pihaknya telah melimpahkan enam tersangka beserta berkas perkaranya ke jaksa penuntut umum (JPU).
“Terhitung mulai Kamis (20/8), penyidik melimpahkan enam tersangka beserta berkas perkara ke JPU,” kata dia, Kamis (20/8).
Adapun enam tersangka tersebut adalah pejabat pembuat komitmen NZ 53 tahun, Direktur PT SKA berinisial AY 66 tahun, Kuasa Direktur PT SKA berinisial LA 34 tahun, Direktur PT GAC berinisial HA 53 tahun, Konsultan pengawas Y 46 tahun dan tim pelaksana proyek berinisial BT 47 tahun.
Sebelumnya, salah satu tersangka berinisial AY, Direktur PT SKA tidak ikut bersama dengan lima tersangka lainnya dalam proses penahanan di Mapolda NTB, karena yang bersangkutan dalam keadaan sakit.
Sehingga untuk memastikan hal itu pihak penyidik melakukan “check-up” terhadap kesehatan AY di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. “Dari hasil keterangan dokter, AY dibenarkan sedang sakit, namun masih bisa untuk kita laksanakan tahap duanya bersama dengan kelima tersangka lainnya,” ujar Arief.
Sementara itu, Suriahadi selaku kuasa hukum AY saat ditemui usai mengawal kliennya menuju Kejaksaan Tinggi NTB, mengungkapkan bahwa AY memang benar dalam keadaan sakit. Bahkan, saat dilakukan penahanan terhadap lima tersangka pada dua pekan lalu, AY tengah menjalani rawat inap di Rumah Sakit Biomedika Mataram tanggal 12 Agustus lalu.
“Klien kami ini baru keluar dari rumah sakit, jadi baru bisa dilakukan ‘check-up’ di RS Bhayangkara Mataram, di sana ada catatan medis yang menyatakan bahwa klien kami ini mengalami komplikasi penyakit,” ujarnya.
Diketahui, dalam tiga berkas perkara milik enam tersangka itu, penyidik melampirkan hasil temuan tim audit BPKP NTB tentang adanya kerugian negara yang nilainya mencapai Rp 340 juta. Proyek yang dijalankan Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika NTB pada tahun 2011 dengan sokongan dana dari APBD NTB tersebut, mulai diusut Polda NTB pada 2012 lalu.
Mengenai adanya keterlibatan pihak lain dalam perkara korupsi ini, Arief belum berani mengungkapkannya. Namun, nantinya jika ada ditemukan fakta baru dalam persidangan keenam tersangka, maka tidak menutup kemungkinan kasusnya akan kembali diselidiki pihak penyidik.
“Kita lihat saja jalannya persidangan, jika ada fakta baru, kita akan kembangkan kembali,” ujar Arief.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu