Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dalam hal ini Kementeriaan Koordinator Bidang Perekonomian bakal mencoba untuk merampungkan aturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untukan penerapan cukai plastik.
Semula digadang-gadang bakal rampung tahun ini, kemungkinan kembali mundur tahun depan karena masih ada pihak yang belum sepakat dengan kebijakan cukai plastik ini.
Hal ini pun diakui oleh Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam diskusi ‘Maju Mundur Penarapan Cukai Plastik’ yang digelar Forum Wartawan Ekonomi dan Makro (Forkem), di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/12).
Menurut Susiwijono penerapan cukai plastik membutuhkan aturan dan pembahasan yang cukup lama. Sehingga sekalipun PP-nya sudah rampung pasti butuh aturan lainnya.
“Iya penetapannya harus melalui PP. Sehingga dibicarakan oleh parlemen, dan kalau teman-teman DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) menargetkan PP selesai akhir tahun, tidak bisa langsung diterapkan. Karena butuh aturan pelaksanaan,” kata Susiwijono.
DJBC Kementerian Keuangan sendiri tetap telah mengalokasi penerimaan dari cukai plastik dan barang kena cukai (BKC) ini di tahun depan. Dalam APBN 2019, pihaknya mematok angka penerimaan senilai Rp 500 miliar.
Sebelumnya juga pernah dialokasikan penerimaan cukai plastik ini. Pada 2017 lalu dialokasikan sebesar Rp 1 triliun, pada 2018 sebesar Rp 500 miliar, dan tahun depan juga Rp 500 miliar.
Dia menegaskan, penyiapan penerimaan cukai plastik itu dikarenakan produk tersebut memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Serta masuk ke dalam kriteria di UU Nomor 39 Tahun 2007 mengenai cukai.
“Jadi kalau disimpulkan sih cukai itu bukan instrumen penerimaan, tapi instrumen fiskal untuk pengendalian, pengawasan peredaran, dan barang yang menimbulkan dampak negatif,” terang dia.
Pemerintah sendiri, kata dia, sudah merancang dan membahas mengenai BKC di luar dari yang saat ini sudah terkena cukai. Setidaknya ada 15 barang baru yang berpotensi dan sesuai kriteria aturan untuk dikenakan cukai.
BKC tersebut antara lain, plastik, minuman manis, minuman bersoda, MSG, hingga BBM.
“Sebanyak 15 barang itu memenuhi 4 karakteristik, yaitu instrumen fiskal cukai ini untuk mengendalikan, mengawasi, dan mengontrol dampak negatif,” jelas Susiwijono.
Meski begitu, tetap saja pemerintah harus membicarakan lebih lanjut dengan Dewan Perwakilan rakyat (DPR) sebagai syarat penyusunan aturannya. Lalu, butuh aturan pelaksana yang pembahasannya pun harus melibatkan seluruh stakeholder.
Rencana kebijakan cukai plastik ini ternyata tak semua didukung oleh pemerintah. Hal ini diakui Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Hariyanto di acara tersebut.
Menurutnya, seluruh panitia antar kementerian (PAK) sejatinya sudah menyetujui penerapan cukai plastik pada tahun ini, terkecuali Kementerian Perindustrian.
“Ada beberapa hal yang menjadi alasan Kementerian Perindustrian masih belum menyetujui pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) cukai itu,” kata Nirwala.
Penolakan itu disebabkan, kebijakan cukai plastik akan yang membebani industri, pemutusan hubungan kerja, nasib pemulung, pengenaan cukai tidak mengurangi sampah plastik, ancaman realokasi pabrik ke negara lain, dan mengancam pabrik kantong plastik UMKM.
Artikel ini ditulis oleh: