Jakarta, Aktual.com – Pembicaraan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia yang hingga kini masih belum berujung, mendapat sorotan dari pegiat Sajogo Institute Siti Maimunah.
Menurutnya, pembahasan kontrak Freeport terlalu sibuk berputar di persoalan pembagian besaran royalti, saham dan divestasi saja. Tapi melupakan perhitungan ‘sosial cost’ (biaya sosial) yang ditanggung masyarakat Papua yang hidup di sekitar lokasi pertambangan.
“Pernah nggak ada biaya kesehatan yang dikeluarkan warga di sekitar pertambangan ditanggung oleh negara atau perusahaan? Nggak kan? Krisis sosial ekologis yang dialami bangsa ini makin memburuk. Sementara kita sibuk menggelar drama untuk membicarakan hitung-hitungan royalti, saham, dan divestasi,” ucap Maimunah, saat berbicara di diskusi bertema ‘Kasus Freeport dan Penataan Ulang Pengelolaan Sumber Daya Alam’ di Senayan, Jakarta, Jumat (11/12).
Kata Maimunah, pembicaraan tentang laba ataupun perpanjangan kontrak selalu diulang-ulang, seolah hal itu baru sekali terjadi. Padahal, ujar dia, krisis ekologis akibat keberadaan Freeport di Papua selalu berulang dan meluas.
Celakanya, kata dia, seperti krisis sosial ekologis yang selalu berulang, pembicaraan tentang laba dan untung melalui renegoisasi kontrak dan divestasi saham juga selalu diulang saat waktunya perpanjangan kontrak.
“Mirip siaran televisi yang memberitahukan kehebohan banjir Jakarta tiap musim hujan, seolah baru terjadi kali itu saja. Padahal, krisis tersebut menyejarah,” ucap dia.
Artikel ini ditulis oleh: