Jakarta, Aktual.com – Polemik persoalan setiap pembahasan perpanjangan kontrak PT Freeport terus menuai masalah, bahkan selalu dialami setiap rezim ke rezim sejak perusahaan Amerika Serikat itu hadir di Indonesia. Namun, dari polemik itu, selalu Indonesia yang acap kali menjadi pihak paling merugi atas perpanjangan kontrak karya tersebut.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Minggu (29/11).
“Selalu saja Indonesia yang dirugikan. Wajar saja jika selama ini pula publik menuduh ada permainan di tingkat elit, karena kondisi ini tidak pernah berubah,” sebut dia.
Tudingan publik itu, sambung Enny, secara historis tidak mungkin pemerintah selama ini tidak tahu kalau Indonesia dirugikan, karena hanya mendapatkan bagian satu persen dari operasi Freeport di Indonesia.
“Wajar saja kalau masyarakat beranggapan dalam masalah Freeport ini apapun kebijakannya selalu saja ada deal-deal politik di belakangnya. Selama ini ada mekanisme yang diabaikan, sehingga kebijakannya selalu saja merugikan Indonesia dan menguntungkan Freeport,” sebutnya.
Oleh karena itu, Enny menegaskan agar kasus yang saat ini menimpa dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla dibuka seterang-terangnya. Lantaran selama ini penyelesaian masalah Freeport selalu dibuat gelap, sehingga masyarakt tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi.
“Jadi jangan hanya Setya Novanto yang dicecar. Pernyataan Menko Maritim Rizal Ramli tentang surat Menteri ESDM Sudirman Said yang menjanjikan proses perpanjangan kontrak Freeport pun harus dibuka dan Sudirman Said harus dimintai keterangannya, agar ketahuan siapa sebenarnya biang kerok masalah Freeport selama ini,” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang