ahmad redi

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah akhirnya menunda pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) atau “Pungutan BBM” yang rencananya akan diterapkan pada Selasa, 5 Januari 2015. Dosen Pengajar FH Universitas Tarumanagara menilai, sebaiknya pejabat setingkat menteri dalam pengambilan kebijakan harus secara paripurna.

“Sebaiknya, dalam rangka pengambilan kebijakan publik, para menteri harus berpikir secara paripurna sebelum merilis dan mengeksekusi suatu rencana kebijakan. Bukan sebaliknya menggunakan logika action dulu baru mikir. Kasihan rakyat Indonesia, terlalu sering dibuat gaduh,” ujar Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dan Pengajar FH Universitas Tarumanagara Ahmad Redi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (5/1).

Menurutnya, langkah Menteri Sudirman Said yang sangat gegebah mengumumkan rencana dana ketahanan energi dalam tiap liter BBM jenis premium dan solar tanpa dilengkapi infrastruktur hukum yang kuat menjadi persoalan serius.

“Pengumuman ini menambah beban kerja Presiden dan Wakil Presiden yang harus mengoreksi kebijakan menteri-menterinya kembali. Padahal, dana ketahanan energi tersebut dapat dilakukan setelah semua infrastruktur hukum yang bersifat operasional dibentuk, khususnya Peraturan Pemerintah baik Peraturan Pemerintah pelaksanaan Pasal 30 ayat (4) maupun Peraturan Pemerintah tentang PNBP yang berlaku di Kementerian ESDM,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, menyatakan bahwa pada tanggal 5 Januari 2015 akan terjadi penurunan harga BBM premium yang semula Rp7.300 per liter menjadi Rp6.950 perliter. Dari harga keekonomian tersebut, Pemerintah akan memungut dana ketahanan energi Rp200 per liter, sehingga harga baru premium Rp7.150 per liter atau turun Rp150 per liter dari harga sebelumnya. Sedangkan untuk harga BBM jenis solar yang semula Rp6.700 menjadi Rp5.650 per liter yang berdasarkan harga keekonomian tersebut, Pemerintah akan memungut dana ketahanan energi sebesar Rp300, dengan demikian harga baru solar menjadi Rp5.950 atau turun Rp800 per liter.

Namun kenyataannya, Senin, 4 Januari 2015, Direktur Utama Pertamina Dwi Sucipto mengumumkan bahwa harga solar akan turun dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650. Harga premium untuk non-Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) turun dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950, sedangkan harga premium untuk Jamali turun dari Rp 7.400 menjadi Rp 7.050.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka