Jakarta, Aktual.com – Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk membuktikan adakah pelanggaran pidana, prosedur ataupun etik dari kegiatan polisi terkait kasus dugaan gerakan makar dan menghina Presiden atau pemerintah.
Begitu disampaikan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Martianus Sitompul, dalam diskusi bertajuk ‘Dikejar Makar’, di Jakarta, Sabtu (3/12).
“Kita memiliki satu mekanisme untuk menggugat kita, dengan melakukan satu tindakan. Sudah ada Divisi Propram, Irwasum, Kompolnas, Ombudsman dan DPR. Itu lembaga yang mengawasi. Di sisi hukum sudah ada praperadilan. Itu untuk mengkritikan kita,” papar Martianus.
Kata dia, soal pemufakatan gerakan makar bukan kali ini saja diungkap oleh Polisi. Kepolisian di Papua beberapa kali juga menangani kasus serupa. Bahkan, polisi mengangani satu kasus yang sama di daerah selain Papua.
“Di satu provinsi, misalnya di belahan timur kita, di Papua, itu pasal pemufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Itu dilakukan di Papua untuk memisahkan diri. Tapi ada satu juga yang tidak bisa saya sebutkan,” tuturnya.
Kendati demikian ada pandangan berbeda terkait hal ini. Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie Massardi juga menyarankan agar pihak yang terjerat dalam kasus dugaan makar dan penghinaan Presiden, untuk tidak menggugat pihak Polda Metro Jaya.
“Bawa saja ke persidangan. Tadinya kita mau ‘colling down’, tapi gara-gara ditetapkan sebagai tersangka, biarin saja masuk ke persidangan, biar seru,” ucap mantan Juru Bicara KH Abdurrahman Wahid.
Seperti diketahui, ada 11 orang yang telah ditangkap oleh penyidik Polda Metro Jaya. Para pihak ini diduga melakukan makar dan penghinaan terhadap Presiden atau penguasa.
Dari 11 tersangka ini ada yang disangka melanggar Pasal 107 KUHP tentang Pemufakatan Jahat, Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan pada Penguasa atau Pemerintah, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan