Fenomena masih tingginya angka kekerasan terhadap anak di Timika menurut Agung bisa dijelaskan dengan dua teori. Pertama di era keterbukaan, warga semakin berani melaporkan tindak kejahatan seksual terhadap anak yang dulunya dianggap tabu. Kemudian, banyak tindakan yang dulunya dianggap wajar untuk pendidikan, kini dinilai sebagai tindak pidana setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Teori kedua menyebutkan, semakin penegak hukum peduli pada satu fenomena atau anomali di masyarakat, justru kasus kejahatan pada fenomena tersebut akan semakin menyeruak. Penyebabnya terjelaskan pada teori pertama,” ujarnya.
Namun Kapolres optimis angka kekerasan, baik fisik, psikis hingga seksual terhadap anak akan semakin menurun. Apalagi saat ini pemerintah menaruh perhatian serius pada kasus-kasus tersebut.
“Pemerintah sebagai penggagas dan kami dari “criminal justice sistem” sebagai “supporting team” ada perhatian serius untuk membentuk generasi berkualitas, khususnya generasi anak anak Papua yang cerdas tanggap dan tangguh menghadapi tantangan,” katanya.
(Wisnu/Ant)