Dalam PPR Dewan Pers awal Oktober 2017 ditegaskan, Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar Kode Etik Jurnalistik karena tidak segera melayani hak jawab yang diminta Ello Hardiyanto. Dewan Pers juga mengatakan Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar pasal 5 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak segera melayani permintaan hak jawab Ello Hardiyanto.

Ternyata, sampai awal Februari 2018, pihak Majalah Indonesia Tatler masih menjual foto yang keliru itu dijual melalui aplikasi berbayar Magzter, Wayang, Scoop, PressReader dan lain-lain. “Padahal Dewan Pers sejak awal Oktober 2017 sudah menyatakan majalah itu melanggar kode etik jurnalistik,” kata Albert Kuhon.

“Berdasarkan akta notaris pendirian perusahaan, PT Mobiliari Stephindo bergerak dalam bidang perindustrian, perdagangan, travel dan lain –lain. Sama sekali bukan perusahaan penerbitan pers. Itu disebutkan dalam PPR Dewan Pers,” kata Albert Kuhon kepada wartawan Selasa (6/2) sore.

PPR Dewan Pers menegaskan juga, perusahaan yang menerbitkan Majalah Indonesia Tatler melanggar Pasal 12 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, karena tidak mencantumkan nama pemimpin redaksi dan penanggungjawab majalah itu. Selain itu, PT Mobiliari Stephindo yang menerbitkan Majalah Indonesia Tatler bukanlah perusahaan pers.

Kuhon menduga Redaksi Majalah Indonesia Tatler bersama pihak-pihak yang ada dalam foto itu, serta narasumber maupun pihak-pihak yang menyuruh peliputan ikut serta dalam menyiarkan pemberitaan. “Mereka secara bersama-sama menggelapkan asal-usul keturunan anak kandung Ello,” kata Kuhon.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara