“Ada sekitar 10 foto anak yang tersimpan di ponsel muncikari tersebut,” katanya.
Pengakuan dari muncikari OSD, jelas Inda, bahwa konsumen dari prostitusi online ini banyak yang berasal dari luar Kota Singkawang.
“Mereka adalah karyawan-karyawan swasta yang singgah ke Singkawang, yang mana pemesanannya sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum singgah ke Singkawang,” jelasnya.
Dari bisnis tersebut, dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp400 ribu, sedangkan sisanya Rp300 ribu diberikan kepada korban.
Atas perbuatannya, tersangka OSD dikenakan Pasal 88 UU RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang ancamannya paling lama 10 tahun penjara.
“Sementara korban saat ini sudah kita serahkan ke Dinsos Singkawang dalam rangka untuk diserahkan kepada orangtuanya,” katanya.
Inda menambahkan, dari Januari hingga 3 November 2017, sudah ada sebanyak 27 kasus yang pihaknya tangani.
Sebanyak 27 kasus ini, jelas dia, terdiri dari KDRT sebanyak 4 kasus, asusila terhadap anak 11 kasus seperti pencabulan dan persetubuhan, pencurian yang melibatkan anak 3 kasus, penganiayaan terhadap perempuan diatas umur 2 kasus, penganiayaan anak dibawah umur 3 kasus, perzinahan 3 kasus, dan prostitusi online lewat muncikari di bawah umur 1 kasus.
“Seperti yang kita ungkap yang sekarang ini,” katanya.
Tersangka OSD mengaku, bisnis prostitusi online itu sudah dilakukannya sekitar 5-6 bulan yang lalu.
“Ceweknya (anaknya) tidak banyak, hanya sekitar 5-6 orang saja, untuk pemesanan, waktunya tidak menentu sesuai permintaan pelanggan. Mengenai korban yang diamankan saya tidak tahu umurnya berapa, setahu saya sekitar 18 tahun,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka