Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji ada satu syarat yang mestinya dicermati, yakni soal nirlaba (tanpa keuntungan). Dalam aturan disebutkan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak boleh hanya memikirkan soal laba.
“Pengelolaan dana haji itu ada yang bersifat syariat dan akuntabel, ada satu lagi yang jarang disampaikan yaitu nirlaba (tanpa keuntungan),” papar Khatibul di Jakarta, Minggu (6/8).
“Sepanjang ketentuan syariat yang sudah ada di BPKH. Tapi ketat syaratnya. Sehingga kita tidak buru-buru kalau BPKH itu memprofitkan simpaman jemaah haji,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama politikus Partai Demokrat itu juga menyarankan pemerintah agar dana haji dipakai untuk mengembangkan aspek pemondokan dan transportasi untuk jamaah haji dan umrah di Arab Saudi. Bukannya malah menginvestasikan untuk program infrastruktur yang umum.
“Karena itu lebih manfaat kalau dana haji digunakan untuk jamaah, seperti untuk asrama haji di sana (Arab Saudi). Kedua, transportasi Mekah-Madinah dan Mekah-Jeddah,” saran dia.
Sekadar informasi, pengelolaan dana haji di Indonesia hingga saat ini merupakan kewenangan Kementerian Agama (Kemenag).
Dimana, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012, dana haji yang dikelola Kemenag berasal dari setoran awal calon jamaah, yang sekaligus syarat untuk mendapat bangku keberangkatan.
Berdasarkan Peraturan Menag Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan BPIH, pengelolaan dana haji hanya dapat diivenstasikan ke Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan deposito berjangka.
Artinya, merujuk pada aturan tersebut Kemenag tidak bisa mengembangkan investasi ke aspek lain, termasuk infrastruktur sebagaimana keinginan Presiden Joko Widodo.
(Reporter: M Zhacky)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka