Jakarta, Aktual.com – Djoko Edhi Abdurrahman yang tercatat sebagai Politikus Partai Berkarya dilaporkan Jaringan Advokat Penjaga NKRI (JAPRI) ke Bawaslu karena dinilai melakukan pelanggaran kampanye pemilu.

Presidium Nasional Japri Abdul Fakhridz menjelaskan bahwa Djoko melakukan pelanggaran kampanye pemilu di Media sosial melalui akun Twitter @jokoedy6. Djoko Edhy yang merupakan pendukung salah satu Paslon di Pilpres 2019 diduga telah melanggar Pasal 280 angka 1 Huruf C dan D Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Kami menduga Djoko Edhi selaku Politisi dari Partai Berkarya yang partainya merupakan bagian dari Partai Koalisi pendukung Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Prabowo- Sandi Nomor urut 2 pada Pemilu tahun 2019 dengan sengaja secara aktif mereproduksi konten-konten di media sosialnya  dengan Akun Twitter @jokoedy6 yang berisi Kampanye Hitam dan penghinaan terhadap Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 (Jokowi- Ma’aruf),” ujar Abdul Fakhridz dalam keterangan pers, Jumat (16/11).

Dalam Akun Twitternya, Djoko Edhi (@jokoedy6) menyampaikan beberapa cuitan, yang bernada kebencian, dan menebar hoax, antara lain: “Capres dan Cawapresnya pembohong berat. Jadi apa negara ini kalau paslon ini sempat jadi? Negara Hoax!”;

“Santri Situbondo emang tak mampu baca juz amma. Sillabusnya bukan Sorokan, melainkan gondoruwo. Al fatehah tak ada. Yg ada al fatekah, artinya penjahat, termasuk Tipsani (tipu sana sini), super dusta, dan sontoloyo. Pendusta berat mau dua periode Presiden Gondoruwo”.

Ada juga tweet, berbunyi: “Makin lama, kian ketahuan Makruf Amin pembohong berat. Ulama Suu ini berkata dan viral: “Jokowi santri situbondo”. Top bohongnya. Capresnya tukang bohong super, Cawapresnya tukang bohong lebih super.Klop”.

Abdul Fakhridz, menegaskan, berdasarkan fakta diatas, Kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, JAPRI melaporkan dugaan pelanggaran kampanye pemilu yang dilakukan Djoko Edhi Abdurrahman, sebagaimana diatur didalam ketentuan peraturan perundang-undangan,
Pasal 280 ayat 1 huruf c dan d, pasal 521 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 6 ayat (1) huruf c dan d Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum juncto Pasal 69 ayat (1) huruf c dan d.

Dan, Pasal 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang : menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain; Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Juga,setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).”

Djoko diduga melanggar, Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum, Pasal 6 Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap hal yang dilarang dalam pelaksanaan Kampanye meliputi : menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu lain; menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;”

“Tindakan yang dilakukan oleh Djoko Edhi Abdurrahman tersebut dapat mencederai prinsip-prinsip Pemilu yang bersih, berintegritas dan tanpa HOAX dan Sara di Pilpres 2019,” tegas Abdul Fakhridz.

JAPRI berharap, Bawaslu bisa bertindak tegas, agar tidak ada lagi kampanye-kampanye hitam lainnya dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh Tim Kampanye dan atau Paslon pada Pilpres 2019, karena akan berdampak negatif atau dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.