Dari kiri ke kanan: Peneliti Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Andrian Habibi, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow, Wasekjen DPP Partai Gerindra Taufik Riyadi, Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR), Sunanto, saat menjadi pembicara diskusi di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Jumat (3/8). Diskusi yang diselenggarakan oleh Komunitas Pewarta Pemilu (KPP) dalam tema " 'Carut Marut Pendaftaran Caleg'. Ditengah proses itu semua, banyak hal-hal yang terjadi mulai dari mepetnya parpol saat mendaftar, adanya larangan eks-napi korupsi nyaleg hingga Silon KPU yang dinilai menjadi biang keladi. AKTUAL/ TEUKU WILDAN

Jakarta, Aktual.com – Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai sangat carut marut dalam mempersiapkan Pemilu 2019 sejak tahun lalu.

Wasekjen Partai Gerindra Taufik Riayadi pun menyesalkan hal ini. Ia memiliki catatan mengenai buruknya kinerja KPU, salah satunya adalah pada saat pendaftaran calon legislatif dari 16 partai politik.

Taufik menyoroti sistem digitalisasi yang dibuat KPU, yaitu Sistem Informasi Calon (Silon) dan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), yang disebutnya telah merugikan caleg dan partai politik peserta Pemilu 2019.

Yang menjadi korban terbaru dari sistem digitalisasi adalah ratusan berkas caleg Hanura yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

Hal ini diungkapkan Taufik dalam diskusi bertema ‘Carut Marut Pendaftaran Caleg’ yang digelar Komunitas Pewarta Pemilu di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Jum’at (3/8).

“Padahal anggaran KPU terkait ini cukup besar, tapi kok seringkali terjadi Sipol dan Silon bermasalah,” kata Taufik.

Tak hanya itu menurut Taufik dengan sistem yang buruk KPU menjadi arogan dengan mencoret Parpol peserta Pemilu dan para calegnya yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2019 mendatang.

“Dengan seenaknya KPU kemudian menggugurkan beberapa parpol ketika pendaftaran parpol peserta pemilu dan para calegnya,” ujar Taufik.

Bahkan KPU dengan entengnya mempersilakan parpol yang tidak puas untuk mengajukan gugatan ke Bawaslu. Dan KPU akan melakukan perubahan setelah adanya mediasi sengketa Parpol di Bawaslu seperti kasus Partai Bulan Bintang yang menjadi korban Sipol dan Silon.

Tak hanya itu KPU dianggap terlalu sering mengelak bila terjadi maalah. Dengan alasan sudah melakukan sosialisasi sejak beberapa waktu sebelumnya.

“Yang saya sesalkan KPU bilang ini kan sudah sebulan lalu disosialisasikan kenapa parpol mendadak daftar. Mereka tidak paham bahwa itu tidak mudah. Permasalahannya ketika parpol mendaftar hari akhir yang seharusnya KPU sudah mengantisipasi tetapi tidak dapat dilakukan,” katanya.

Sementara, KPU sempat berdalih jika pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada partai politik tentang Silon. Menurut Taufik, sosialisasi yang dilakukan KPU tidak menjadi solusi lantaran parpol harus membongkar susunan caleg akibat keluarnya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Calon.

“KPU itu tidak tahu realitas politik, mereka tidak paham kalau ini bukan hal yang mudah,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Taufik juga mengeluhkan pasifnya Liason Officer (LO) dari KPU dalam menjalin komunikasi dengan LO dari parpol. Hal ini pun disebutnya sangat kontradiktif.

“Misal hal kecil, harus pake USB yang detil teknis menjadi kendala kami di parpol,” jelasnya.

Lebih lanjut, Taufik pun sangat khawatir jika kondisi ini nantinya justru akan menjadi bumerang bagi KPU preseden buruk untuk demokrasi di tanah air.

“Ini harus jadi evaluasi, kalau sistem masih seperti ini tingkat kekhawatiran masyarakat kepada KPU dan hasil Pemilu jadi penuh kecurigaan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan