Jakarta, Aktual.com – Posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR masih menjadi perdebatan di ruang publik. Tak hanya masyarakat biasa, para anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) pun sempat meminta Setnov mundur sebagai Ketua DPR RI.

Desakan terhadap Setnov pun sudah muncul jauh-jauh hari sebelum ia menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini diungkapkan oleh politisi senior Partai Golkar, Ridwan Hisyam usai diskusi bertajuk ‘Mencari Pemimpin Baru Golkar’ di Sekretariat PPK Kosgoro 1957, Jakarta Selatan, Rabu (22/11).

“Saya sudah minta (Setnov) mundur tanggal 18 Juli, saya minta mundur di dalam rapat pleno F-PG jam 10 pagi di ruang KK 2 (Gedung DPR/MPR). Waktu itu rapat dipimpin Nurdin Halid dan Idrus Marham, F-PG lengkap waktu itu,” ungkap Ridwan.

Ia berharap, Novanto bisa legowo merelakan kursi Ketua DPR, agar publik tidak terus menerus-nerus mengecam F-PG dan DPR. Sehingga membuat citra semakin memburuk.

“Saya empat kali datang ke Setnov. Sekali di kantor DPR RI (berbicara) empat mata, di rumahnya 3 kali untuk berbicara dari hati ke hati agar dia melepaskan posisinya,” tambah Wakil Ketua F-PG DPR ini.

Sebelumnya, pada Kamis (16/11) , mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyebut Setnov sebagai Ketua DPR yang terburuk selama era reformasi.

Penilaian ini berdasar pada tindakan Setnov yang kerap mangkir dari proses hukum yang berlaku, khususnya panggilan KPK terkait kasus korupsi e-KTP.

Tindakan Setnov itu kontras dengan mantan Ketua DPR RI sebelumnya, Akbar Tanjung yang justru kooperatif ketika terlibat dalam kasus korupsi Bulog pada awal 2000-an. Sama halnya dengan Setnov, saat itu Akbar pun juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Ray Rangkuti pun menyarankan agar DPR segera melengserkan Setnov dari posisinya. Terlebih, tingkat kepercayaan publik terhadap institusi ini terbilang rendah di antara lembaga negara lainnya.

Selain itu, situasi yang menimpa Setnov juga akan berpengaruh terhadap citra partai politik yang memiliki kursi di DPR.

“Kalau tidak segera melakukan pembenahan dalam strukturnya, nama DPR akan terseret-seret dalam masalah yang menimpa Setnov,” jelas Direktur Lingkar Madani (Lima) ini.

 

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan