Jakarta, Aktual.com-Kanit Tipikor Bareskrim Polri, AKBP Brotoseno dan perwira menengah (Pamen) lain berinisial D diciduk dalam operasi tangkap tangan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Diduga kuat keduanya diamankan karena menerima uang suap untuk mengamankan status seseorang berinisial DI dalam kasus dugaan korupsiā cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.
Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Brigjen Martuani Sormin membenarkan Brotoseno dan D menerima suap berkaitan dengan kasus cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat dengan tersangka Rosalina Wasrin.
“Benar kasus cetak sawah dengan tersangka Rosalina Washrin,” kata Sormin saat dikonfirmasi wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (18/11).
Berdasarkan informasi Brotoseno dan D dijanjikan uang sebesar Rp 3 miliar. Namun, uang itu belum sepenuhnya diberikan DI. Kedua Pamen itu baru menerima uang titipan dari DI sebesar Rp 1,9 miliar.
Dari hasil pemeriksaan, Brotoseno dan D mengakui jika uang yang diterimanya untuk memperlambat proses pemeriksaan terhadap DI. Dengan dalil, DI meminta waktu untuk bepergian ke luar negeri mengurus bisnis dan berobat.
Kendati begitu, Sormin mengaku tidak tahu saat disinggung apakah DI yang dimaksud adalah mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Namun dia menegaskan, Propam Polri hanya menangani kasus pungli yang dilakukan kedua Pamen Brotoseno dan D. “Apakah melibatkan Dahlan Iskan kami tidak tahu, yang jelas kita tangani karena masalah pungli,” ujar dia.
Dalam kasus ini, penyidik Ditipikor Bareskrim Polri sudah menetapkan Ketua Tim Kerja Kementerian BUMN Upik Rosalina Wasrin. Bukan hanya itu, dalam pengembangannya penyidik juga sudah memeriksa Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN saat kasus itu bergulir.
Bahkan, penyidik pun sempat beberapa kali menyatakan pemeriksaan terhadap Dahlan belum rampung. Artinya, Dahlan Iskan akan kembali dipanggil untuk dimintai keterangan.
Namun, sampai saat ini pemeriksaan terhadap Dahlan belum juga teralisiasi. Saat kembali disinggung terkait hal itu, lagi-lagi Sormin tidak mau menyebut secara gamblang.
Hanya saja, dia menyinggung posisi Dahlan sebagai Menteri BUMN saat kasus ini mencuat. “Iya waktu itu kan beliau menteri BUMN,” ujar dia.
Diketahui, kasus ini mencuat setelah penyidik menduga proyek cetak sawah yang berlangsung sejak 2012 hingga 2014 itu fiktif. Sebabnya, penetapan lokasi calon lahan di Ketapang, Kalimantan Barat itu dilakukan tanpa melalui investigasi dan calon petani yang tidak memadai.
Pada pelaksaan proyek bernilai Rp 317 miliar itu, BUMN menunjuk atau mempercayakannya kepada PT Sang Hyang Seri. Namun, perusahaan itu justru melempar proyek kepada PT Hutama Karya, PT Indra Karya, PT Brantas Abipraya dan PT Yodya Karya. Dari kasus ini penyidik telah menyita uang sejumlah Rp 69 miliar dari Sang Hyang Seri.
*Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh: