Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti (tengah) memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/8/2023). (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti (tengah) memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/8/2023). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

JAKARTA, AKTUAL.COM – Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol. Krishna Murti, mengumumkan bahwa Polri, selaku Interpol Indonesia, memberikan akses kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau pergerakan buronan kasus korupsi melalui sistem keinterpolan I-24/7 di perbatasan.

“Sistem itu (I-24/7) adalah yang online memantau buruan-buruan Interpol, secara langsung bisa dilihat oleh KPK.” ungkap Krishna dalam kunjungannya ke KPK, Selasa (8/8).

Krishna Murti menjelaskan, Polri sebagai badan keinterpolan telah menjalin kerja sama dengan berbagai penegak hukum, termasuk KPK, dalam menangani masalah-masalah transnasional.

Kerja sama tersebut kini diperkuat dan disinkronisasi untuk memburu para pelaku kejahatan transnasional yang bersembunyi di luar negeri, termasuk kasus-kasus korupsi yang menjadi fokus KPK.

Krishna menyatakan bahwa Polri tidak hanya membantu KPK, tetapi juga mendukung segala yang dibutuhkan untuk memburu para buronan. Salah satunya adalah memberikan akses KPK ke sistem keinterpolan I-24/7 yang dipasang oleh Polri melalui perjanjian kerja sama (PKS) yang dapat diakses secara online.

“Korupsi merupakan bagian dari kejahatan transnasional, nah itulah yang tadi kami bicarakan,” kata Krishna.

Dengan sistem ini, KPK dapat memantau keberadaan para buronan secara real-time. Saat ini, masih ada tiga orang tersangka korupsi yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK dan diduga bersembunyi di luar negeri.

“Insya Allah nanti buruan-buruan KPK akan terlihat ada di sistem itu,” ujarnya.

Salah satunya adalah tersangka dalam kasus dugaan pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan di PT PAL Kirana Kotama (KK) alias Thay Ming yang menjadi DPO sejak 15 Juni 2017. Selain itu, ada juga Harun Masiku dan Paulus Tannos yang menjadi DPO dalam kasus terkait pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.

Menurut Krishna, Harun Masiku pernah terdeteksi di Singapura pada 16 Januari 2020, tetapi Polri baru diminta untuk menerbitkan red notice setelah 1,5 tahun kemudian pada 30 Juni 2021. Polri kemudian berkoordinasi dengan negara-negara peserta Interpol untuk mencari keberadaan Harun Masiku.

“Dari apa yang kami dimintai bantuan, kami berkoordinasi dengan berbagai negara untuk pencarian yang bersangkutan. Segala informasi sekecil apapun, termasuk rumor-rumor, kami dalami sampai tadi kami mendeteksi yang bersangkutan kira-kira masih ada di Indonesia,” ungkap Krishna.

Artikel ini ditulis oleh:

Jalil