Jakarta, aktual.com – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) membuat lembaran penerangan satuan (pensat) berisi panduan mengenai peraturan yang mengatur netralitas kepolisian pada tahun politik 2024
“Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri sudah membuat lembaran pensat yang secara rinci menjelaskan regulasi terkait netralitas Polri,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Rabu (18/1).
Dedi menyebut netralitas personel Polri menjadi perhatian untuk melakukan pencegahan agar jangan sampai ada personel yang melanggar aturan sesuai regulasi yang ada.
Ia mengatakan netralitas Polri telah diatur dalam Ketetapan (TAP) MPR Nomor 7 Tahun 2000 tentang Peran TNI-Polri Sebagai Aparat Pertahanan dan Keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 10 Ketetapan MPR Nomor 7/MPR/2022 bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri mengatur hal itu. Tepatnya pada Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3), berbunyi “Polri bersikap netral dalam kehidupan politik tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Kemudian, anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih”.
Kemudian, kata dia, di Perpol yang baru (Nomor 7/2022) tentang Kode Etik Polri berisi tentang Polri harus bersikap netral pada pemilu.
Tidak hanya itu, kata Dedi, untuk mengimplementasikan netralitas tersebut, nantinya Divisi Profesi dan Pengamanan Polri akan membuat surat telegram direktif dan arahan sebagai panduan bagi personel Polri menjaga netralitas.
Dengan adanya aturan-aturan tersebut, ujar dia, maka jelas personel Polri harus menjaga netralitas pada setiap pesta demokrasi. Bagi personel yang kedapatan melanggar, maka ada sanksi tegas yang menanti berupa pelanggaran etik dan dapat diproses pidana bila terbukti melanggar tindak pidana.
Untuk mengawasi hal itu, papar dia, Polri memiliki pengawasan internal. Di tingkat Markas Besar (Mabes) Polri ada Irwasum dan Propam, sedangkan di daerah ada Irwasda, termasuk di tingkat polres.
“Kalau misalnya terbukti bersalah ya sanksi kode etik sudah pasti bisa disanksi kepada siapa pun yang terbukti terlibat tidak netral pada pemilu, baik itu pilkada kabupaten/kota, provinsi maupun nasional,” kata Dedi.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Rizky Zulkarnain