Jakarta, Aktual.co — Kehadiran sejumlah anggota Polri di Group A, Paspampres, yang bertugas mengamankan langsung Presiden, menjadi pertanyaan banyak pihak, termasuk oleh internal TNI dan Polri.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan dari Universitas Padjadjaran Bandung Muradi dalam keterangan tertulisnya kepada Aktual.co, Senin (17/11).
Meski demikian, dirinya menyadari jika secara legal tidak ada aturannya pengamanan kepala negara maupun kepala pemerintahan dilakukan oleh kepolisian kecuali terkait dengan tiga alasan.
“Pertama, hubungan antara kepala negara tidak baik, misalnya kepala negara merasa tidak nyaman dengan keberadaan militer yang mengamankannya. Sehingga kepala negara meminta kepolisian untuk mengamankan dirinya. Hal ini lazim terjadi di negara-negara dengan tradisi kudeta dan pemberontakan bersenjata,” kata dia.
Kedua, kata dia, kepala negara merasa bahwa ada faksionis di tubuh militer, sehingga efeknya akan mengganggu keselamatan kepala negara, sehingga dibutuhkan institusi lain untuk mengamankan kepala negara. 
“Hal ini sering dilakukan di negara dengan tradisi konflik bersenjata dan kudeta,” kata dia.
Ketiga, karena permintaan khusus dari kepala negara dengan mengintegrasikannya dengan pengamanan presiden yang telah ada. Langkah ini pernah dilakukan oleh Presiden Fidel Ramos saat menjabat sebagai presiden Philipina. Sebagaimana diketahui bahwa Fidel Ramos adalah purnawirawan jendral polisi.
“Bila melihat tiga alasan tersebut, maka melekatnya tujuh anggota Polri di paspampres karena permintaan dari presiden Jokowi. Hal ini dapat dipahami apabila mengingat pola kerja Jokowi yang kerap kali dadakan untuk melakukan blusukan atau sekedar memantau kinerja bawahannya. Hal yang mana sulit dilakukan dengan pengamanan paspampres yang telah memiliki protap dan SOP yang baku dan standar,” kata dia.
Dengan melekatnya anggota Polri di Paspampres tersebut bukan berarti menjadi bagian dari personel paspampres tetap, tapi sekedar dilekatkan agar memudahkan Jokowi melakukan blusukan dan kerja-kerjanya tanpa harus melalui proses yang baku, yang menjadi protap dan SOP paspampres.
“Dapat saja apabila pola pengamanan paspampres bisa lebih lentur maka anggota Polri ditarik dan sepenuhnya menjadi kewenangan pengamanan Paspampres, termasuk pada pengamanan blusukan yang bersifat dadakan dan tanpa perencanaan.”
Apalagi sebagai institusi Polri telah memiliki peran dan fungsi yang membutuhkan konsentrasi penuh dalam pengamanan keamanan dalam negeri sebagaimana yang diatur dalam UU Kepolisian.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta agar keterlibatan Polisi dikaji di dalam Paspampres. Saat ini, pasukan Paspamres memang ada unsur Polri di dalamnya, namun itu sifatnya sementara.
“Presiden minta itu dikaji (penyerapan unsur polisi ke Paspampres) karena organisasi Paspampres di bawah Komando TNI jadi perlu dipikirkan bagaimana bentuk keterlibatan Polri dalam organisasi Paspampres itu,” kata Seskab Andi Widjajanto, di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Senin (17/11).
Andi mengatakan, unsur polisi dalam pengamanan presiden saat ini hanyalah sebagai BKO untuk perbantuan. Sifatnya sementara.
“Sifatnya adhoc terutama untuk pengamanan presiden di ring 1, ring 2 da ring 3. Sifatnya satgas,” kata dia.
Menurut Andi, setiap bentuk pengamanan presiden seharusnya ada dari unsur polisi, TNI dan intelijen. “Jadi presiden minta ini untuk diformalkan,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: