Jakarta, Aktual.co — Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Edison Simanjuntak menegaskan pemeriksaan terhadap bekas bos PT TPPI Honggo Wendratno harus di Kedutaan Besar Republik Indonesia Singapura.
Permintaan kuasa hukum Honggo, Ariyanto yang meminta kliennya digarap di rumah sakit, kata Victor sangat keliru. Sebab, berdasarkan aturan hukum di Singapura dan KUHAP, penyidik hanya bisa memeriksa di KBRI.
Menurutnya, jika pemeriksaan bukan di KBRI maka penyidikannya dapat dikatakan tidak dah menurut undang-undang. “Karena KBRI masuk wilayah teritorial Indonesia. Kalau di luar itu kita tidak mempunyai kewenangan,” kata Victor saat ditemui di Bateskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/6).
Selain itu, pemeriksaan di KBRI juga mencegah ada penyimpangan. “Di sana juga disaksikan oleh orang KBRI dan ada cap bahwa Mabes Polri melakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Sebelumnya, mantan Dirut PT TPPI Honggo Wendratno melalui kuasa hukumnya, Ariyanto mengajukan permintaan untuk diperiksa di rumah sakit. Pasalnya, yang bersangkutan akan melakukan operasi jantung.
“Klien saya sakit jantung, kondisinya menurun. Silahkan (penyidik) kalau mau periksa sebagai saksi di sana (Singapura) sebelum operasi jantung,” kata Ariyanto di Mabes Polri, Kamis (4/6).
Ariyanto mengatakan, kliennya sudah mengidap penyakit jantung sejak lama. Namun, perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Singapura sejak seminggu yang lalu. Kliennya saat ini sudah memakai selang dan sulit diajak berkomunikasi.
Untuk diketahui, Honggo ditetapkan tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareksrim Polri bersama dua orang lainnya dari BP Migas (sekarang BP Migas) yaitu, mantan Deputi Finansial dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono dan Kepala BP Migas, Raden Priyono.
Dalam kasus ini negara mengalami kerugian hingga Rp2 triliun akibat penjualan kondensat melalui penunjukan langsung oleh BP Migas tahun 2009 sampai 2011.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu