Jakarta, Aktual.com — Mabes Polri berharap ada perbaikan dalam UU Terorisme guna penguatan peran intelijen dalam pencegahan aksi teror di Indonesia. Sebab itu, Polri berencana mengajukan revisi terhadap UU tersebut.
“Polri ingin ada regulasi terutama untuk Point preventif dan represif. Tapi harus juga disesuaikan dengan HAM jadi semua berjalan lancar,” ujar Kavid Humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan, Rabu (20/1).
Anton mengatakan, jika dibandingkan dengan negara tetangga yakni Malaysia maka Indonesia masih kalah jauh. Pasalnya dinegara tetangga UU sudah sangat ketat, terutama penanganan atas aksi-aksi teror.
Upaya preventif yang dimaksud adalah, Polri turut serta ambil bagian dalam upaya pencegahan terorisme bersama pihak-pihak lain termasuk BNPT. Sementara represif yakni upaya terakhir dalam memberantas para pelaku teror.
“Jadi kami minta ada kewenangan khusus saat orang menyatakan diri anggota ISIS atau gerakan radikal itu bisa ditindak. Atau saat pidato terlarang mengajak jadi anggota gerakan radikal juga bisa ditindak. Soal revisi kami serahkan seluruhnya ke para pengurus Undang-undang,” jelas Anton.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai Undang-undang Terorisme memang perlu direvisi . Sebab, selama ini pihaknya sudah mengetahui indikasi-indikasi yang punya potensi melakukan aksi teror, tetapi tidak bisa bertindak karena tidak ada pelanggaran hukumnya.
Menurutnya, waktu 7×24 jam sesuai dengan Undang-undang terorisme tidak cukup untuk membuktikan keterlibatan para terduga teroris. Ia meminta waktu itu diperpanjang.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby