Jakarta, Aktual.com – Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim menemukan dugaan suap dan gratifikasi terkait hilangnya red notice atas nama Djoko dari daftar Interpol. Hilangnya red notice Djoko Soegiarto Tjandra dari sistem Interpol ternyata tidak terjadi semata karena by system sebagaimana yang telah dilansir Mabes Polri sebelumnya, tetapi ada indikasi duit pelicin.
“Indikasi adanya duit pelicin ini didapatkan setelah penyidik meminta keterangan 15 orang saksi. Dan pada Rabu, 5 Agustus 2020 kemarin, kasus ini dinaikkan menjadi tahap penyidikan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono melalui saluran medsos Polri Kamis (6/8/2020).
Namun Argo tak merinci siapa saja saksi dan calon tersangka yang dibidik dalam kasus ini. Yang jelas aliran duit ini didapatkan penyidik setelah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Konstruksi hukum terhadap tindak pidana yang dipersangkakan yaitu dugaan penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara terkait pengurusan penghapusan red notice yang terjadi sekitar bulan Mei 2020-Juni 2020,” tambah Djoko.
Ini sesuai Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.
Dalam kasus hilangnya red notice ini—yang awalnya diklaim otomatis hilang by system pada 2014– ada telah dua jenderal yang kena getah dan dicopot. Mereka adalah mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.
Seperti diberitakan terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegianto Tjandra sudah seminggu lebih berada di Jakarta setelah ditangkap otoritas Malaysia di negeri jiran tersebut pada Kamis (30/7/2020).
Hingga kini status pemilik Mulia grup itu masih saksi dalam skandal pelariannya. Meskipun ia diiduga menggunakan surat asli atau palsu. Sebelumnya memang berhembus info jika penyidik berancang-ancang meningkatkan kasus Djoko ke penyidikan.
Kabareskrin Komjen Listyo Sigit juga telah menjanjikan untuk membuka semua tabir aksi Djoko dan mengenakan proses pidana pada mereka yang terlibat dalam proses membantu Djoko.
Khususnya selama Djoko datang dan melakukan langkah-langkah untuk mengurus kasusnya selama di Indonesia pada 1-19 Juni 2020.
Semasa di Indonesia, Djoko mengurus KTP-Paspor, dan mendapatkan serta menggunakan dua surat sakti yang asli tapi palsu dari mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Untuk memuluskan aksi bulusnya Djoko memang dibantu Prasetijo dan pengacara Anita Dewi Anggraeni Kolopaking. Kini baik Prasetijo dan Anita juga sudah jadi tersangka.
Namun baru Prasetijo yang ditahan sementara Anita belum ditahan karena seharusnya ia baru diperiksa Rabu kemarin namun ia memilih tak datang.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Warto'i