Kabid Humas Polri Dedi Prasetyo
Jakarta, Aktual.com – Aparat kepolisian akan menindaklanjuti kasus kekerasan, persekusi dan intimidasi terhadap jurnalis yang diduga dilakukan massa Front Pembela Islam (FPI) saat acara Munajat 212 di Lapangan Monas, Gambir, Jakarta Pusat. 
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis tidak dibenarkan dengan alasan apapun. Terlebih ada pihak menghambat tugas jurnalistik. 
“Intimidasi dan penganiayaan terhadap wartawan itu bentuk pelanggaran, baik pidana maupun jurnalistik,” kata Dedi di Jakarta, Jumat (22/2). 
Ia pun memastikan pihaknya akan memproses laporan yang masuk dari wartawan yang menjadi korban. “Apabila ada laporan peristiwa tersebut, nanti polisi akan menanganinya,” ucap Dedi. 
Sebelumnya, sejumlah jurnalis menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan persekusi oleh massa yang menggunakan atribut Front Pembela Islam (FPI), saat kegiatan Munajat 212, pada Kamis malam (21/2) di kawasan Monas, Jakarta Pusat. 
Joni Aswira, jurnalis CNN Indonesia TV, yang berada di lokasi kejadian menjelaskan, malam itu, belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP, dekat panggung acara. Mereka menanti sejumlah narasumber yang datang untuk diwawancarai.
Kemudian sekitar pukul 21.00 WIB, tiba-tiba terjadi keributan. Massa terlihat mengamankan orang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap. Para jurnalis yang berkumpul pun langsung mendekati lokasi kejadian. Beberapa di antaranya merekam, termasuk jurnalis foto. 
Kamera jurnalis CNN Indonesia TV cukup mencolok sehingga menjadi buruan sejumlah orang. Massa yang mengerubungi bertambah banyak dan tak terkendali. Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam. 
Ketika sedang menghapus gambar, Joni mendengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. “Kalian dari media mana? Dibayar berapa?”, “Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!”
Nasib serupa juga dialami wartawan Detikcom. Saat sedang merekam, dia dipiting oleh seseorang yang ingin menghapus gambar. Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya. Massa kemudian menggiring wartawan Detik ke dalam tenda VIP sendirian. 
Meski sudah mengaku wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia mendapat perlakuan semena-mena hingga dipukul, intimidasi, bahkan dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang. 
Akhirnya, ponsel wartawan tersebut diambil paksa. Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi atau meminta bantuan rekan jurnalis lainnya. 
Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum. Jurnalis CNN yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut. Sementara, seorang jurnalis Suara.com di lokasi kejadian yang berusaha melerai upaya kekerasan dan intimidasi terpaksa harus kehilangan ponselnya. 

Artikel ini ditulis oleh: