Pratama menambahkan ponsel pintar BM terutama dengan OS Android seharusnya membawa OS Stock bukan OS distributor atau pihak ketiga. OS Stock adalah OS android resmi bawaan dari produsen, sehingga bisa dibilang aman. Sedangkan OS distributor sering disebut dengan OS abal-abal, karena biasanya tidak stabil dan sering dituduh menyertakan malware untuk kepentingan iklan.

“Ponsel BM ini kalau kita lihat di pasaran banyak juga memakai OS abal-abal. Jelas ini memperbesar kemungkinan data kita dicuri. Apalagi bila kita melakukan transaksi keuangan lewat ponsel, besar kemungkinan data diambil dan proses transaksi diubah,” jelas Chairman lembaga riset keamanan cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.

Selain itu keberadaan malware bawaan ini mengakibatkan adanya spam iklan, juga membuat baterai dan penggunaan data lebih boros. Namun yang paling berbahaya adalah malware tersebut bisa mengumpulkan data pengguna, terutama aktivitas perbankan yang menggunakan SMS dan internet banking.

“Sebaiknya pemerintah tegas, karena selain membahayakan masyarakat Indonesia sebagai konsumen, ponsel BM ini juga membuat negara kehilangan pajak cukup besar,” jelas mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.

Menurutnya, penggunaan ponsel pintar BM dalam jumlah besar bisa ikut meningkatkan jumlah fraud dalam transaksi perbankan. Meski saat ini masih sangat kecil, namun sebaiknya pemerintah mulai memberikan perhatian lebih serius.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka