Jakarta, Aktual.com-Satu hal yang membuat kita berhati-hati dalam melihat perkembangan politik International saat ini adalah munculnya beragam krisis yang terjadi, mulai dari krisis ekonomi, politik dan keamanan pertahanan.
Perkembangan ekonomi dunia tengah mengalami perlambatan, bahkan di Yunani telah membangkrutkan negara tersebut, yang kemudian berpengaruh terhadap Negara Eropa lainnya, dan pelemahan ekonomi juga diikuti oleh beberapa negara dibelahan bumi lainnya.
World Bank sendiri memprediksi ekonomi Indonesia di Tahun 2016 semakin membaik yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonominya yang mencapai 5,3 % naik dibandingkan tahun 2015 sebesar 4,7 % ketika paket – paket kebijakan ekonomi pemerintah mulai menunjukkan dampak positifnya bagi masyarakat.
Demikian pula dengan perekonomian dunia diharapkan tahun depan juga akan memulai membaik yang pada gilirannya dapat mendongkrak perekonomian Indonesia juga.
Dibidang politik kita menyaksikan di berbagai belahan dunia krisis masih terjadi. Dalam hal ini tentu kita menyaksikan Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang menjadi wilayah konflik yang tak pernah kunjung selesai.
Gelombang demokrasi diberbagai Megara Timur Tengah yang diawali dengan jatuhnya Presiden Ben Ali di Tunisia, Presiden Moamar Khadafi di Libia, Presiden Hoesni Moebarak di Mesir yang kemudian di beberapa negara lainnya juga tengah mengalami pergolakan seperti perang saudara di Suriah, di Yaman, di Irak telah membuat kawasan ini menjadi kawasan dengan tingkat instabilitas politik tertinggi dunia.
Dari kawasan ini pula kita melihat ISIS ( Islamic State Irak and Suriah) berkembang menjadi radikal seperti Al Qaida sebelumnya. Ini semua tentu mempengaruhi bukan hanya konstalasi politik kawasan namun seperti yang kita lihat juga mengglobal termasuk ke Indonesia.
Disisi yang lain posisi Indonesia dalam percaturan dunia sesungguhnya sangat strategis. Indonesia merupakan negara besar yang pada prinsipnya menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Karena posisinya yang demikian maka Indonesia bisa mengembangkan dirinya sebagai bagian dari stabilisator dunia, khususnya kawasan Asia.
Dunia berubah begitu cepat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertemu dengan kreativitas manusia telah melahirkan berbagai perubahan cepat yang serba tiba – tiba. Meminjam istilah Rhenald Kasali, saat ini kita berada di arena sudden shift.
Arena ini telah banyak merubah titik kekuatan yang tadinya menempatkan pemerintah – pemerintah di dunia dengan segala keunggulan letak geografis dan sumber daya yang dimilikinya sebagai aktor utama dalam percaturan global, kini tidak lagi sepenuhnya benar.
Kita perlu memandang kehadiran aktor – aktor International lainnya dengan “penuh rasa hormat” untuk memastikan kita sebagai warga bangsa di dunia tetap mendapatkan kehormatan di pentas politik dunia.
Kenyataan ini menjadi salah satu faktor penting yang justru menjadi kekuatan kita sebagai negara yang saat ini belum menjadi core State sebagaimana diintrodusir oleh Immanuel Wallerstein ( 1974:1980;1989).
Apa yang dimaksud “kekuatan” disini adalah bahwa faktor ini akan memberi pengimbangan secara laten atas adanya dinamika pergeseran bandul kekuatan dunia saat ini.
Kita tidak pernah mengetahui masa depan! Termasuk apa yang akan terjadi pada percaturan dunia kedepan saat tiongkok hadir sebagai aktor utama baru di dunia saat ini. Karena itu, keberadaan kekuatan pengimbang dunia yang bukan aktor negara menjadi penting.
Berbagai interaksi ke arah pergeseran bandul kekuatan dunia tersebut, sedikit banyak telah memunculkan berbagai krisis. Mulai dari krisis politik di Eropa, Timur Tengah dan Asia Timur, hingga krisis ekonomi yang berkisar pada permainan mata uang dunia.
Belum lagi kita dihadapkan pada situasi kemungkinan terjadinya konflik bersenjata secara massal di Laut Cina Selatan, Timur Tengah dan kawasan Afrika Subsahara.
Sebagai warga dunia, Indonesia tidak tinggal diam. Penguatan regionalisasi dengan kerja sama ekonominya, tentu Indonesia tidak ketinggalan. Pemberlakuan MEA pada tahun 2016, tidak hanya menjadi respon kontributif Indonesia pada skala pengimbangan dari Kawasan Asia Tenggara untuk perimbangan global, melainkan juga upaya Indonesia untuk meraih peluang dari berbagai perubahan yang begitu cepat dan dari potensi krisis berkepanjangan tersebut.
Inilah langkah pengejawantahan amanat Pembukaan UUD 1945 saat ini. Kita harus terus maju dalam turbulensi politik global saat ini.
Dalam konstalasi perebutan pengaruh dan pasar dunia saat ini yang begitu kuat antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Indonesia tetap berusaha untuk menggeser posisi politik nya, untuk minimalnya dari posisi phery – phery menjadi semi phery – phery.
Bahkan bila memungkinkan, amanat Presiden RI Joko Widodo yang hendak menjadikan Indonesia sebagai poros maritim Dunia, memang mengamanatkan kita untuk bergerak menjadi negara inti dalam formasi baru, yaitu Formasi Pola Kemaritiman. Di sinilah national Interest kita letakkan saat ini, dan inilah yang harus kita perjuangkan bagi anak cucu kita kedepan.
Berdasarkan uraian di atas dan dengan melihat tugas – tugas /peran diplomatik yang meliputi : pertama, Sebagai representatif untuk merepresentasikan negara yang telah mengutusnya.
Kedua, sebagai negoisator, manajemen hubungan International yang ditempuh melalui jalur negoisasi.
Ketiga, Sebagai informan, sebagai jendela dan ujung lidah negara.
Keempat, melindungi negara atau menjaga nama negara sekaligus melindungi dan menjaga warga negaranya yang berada di luar negeri, bukan WNI yang berada di dalam negeri.
Oleh : Leriadi
Ketua DPD Orkestra Sumut
Dikutip dari Buah Pemikiran : Prof Dr. H. YUDDY Chrisnandi, ME /Menteri PAN RB RI Tahun 2014-2016, Duta Besar RI LBPP untuk Ukraina, Georgia dan Armenia)
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs