Jakarta, Aktual.com – Kementerian Keuangan mengungkapkan pemanfaatan dan pengelolaan data dan peningkatan keamanan di era digital saat ini menjadi penting. Menyikapi hal tersebut, Kemenkeu melakukan penandatanganan dua Nota Kesepahaman dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Sekarang adalah Dunia Era Digital. Suka atau tidak suka, sebagai pengelola negara pasti akan dihadapkan pada tantangan perubahan yang begitu cepat. Data is a new mine, Tambang baru sekarang adalah data. Dahulu, perusahaan bisa dikatakan kaya apabila menguasai emas, minyak, batubara dan tambang mineral lain. Tapi di era digital sekarang, tambang data bisa membuat sebuah perusahaan menjadi kaya dengan memberikan analisa dan proyeksi kedepan,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, ditulis Sabtu (3/3).
Banyaknya data harus diimbangi dengan perlindungan khusus karena di era digital banyak sekali terjadi cyber attack yang mengambil data-data penting untuk kepentingan kejahatan. Di dunia, debate masalah keamanan digital masih sering dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan internasional.
“Makanya yang sedang tren didunia saat ini adalah big data. Perlindungan terhadap data menjadi penting untuk menjaga dari kejahatan penyalahgunaan data-data. Setiap pertemuan dunia, selalu bicara tentang cyber attack dan kerahasiaan data menjadi penting,” jelasnya.
Indonesia seharusnya membaca data sejak sepuluh tahun ke belakang. Data tersebut sangat banyak dan bisa digunakan untuk analisa statistik data, bisa digunakan untuk stabilisasi fiskal dan lain-lain.
“Dengan data yang lengkap, tentunya diharapkan kebijakan lebih baik, arahan ekonomi menjadi lebih baik,” jelasnya.
Kepala BSSN Djoko Setiadi mengungkapkan perlindungan data saat ini menjadi hal yang sangat penting. Pasalnya, potensi kerugian siber menurut laporan gedung putih (AS) mencapai USD109 miliar pada 2016.
“Kerugian tahunan secara global dari kejahatan siber mencapai USD600 miliar atau setara Rp160 triliun,” jelasnya.
Sedangkan untuk lingkup ASEAN, risiko kerugian akibat serangan siber mencapai USD760 miliar atau sekitar Rp10.000 triliun. Namun hal tersebut sepertinya tidak berbanding lurus dengan alokasi anggaran siber Indonesia yang hanya mencapai 0,03 persen dari PDB. Perlindungan Keamanan menjadi penting karena transaksi e-commerce di Indonesia meningkat. Berdasarkan data yang ada, pembeli e-commerce mencapai 24,74 juta. Bila dibandingkan dengan total penduduk indonesia, mencapai 9 persen.
“Total nilai transasksi e-commerce pada 2016 saja sudah mencapai Rp77,17 triliun dengan 24,74 pembeli. Tahun 2017 tentu sangat meningkat dengan drastis karena aktifitas jual beli melaui mobile dan PC masing-masing mencapai 33 persen dan 34 persen,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka