Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VI DPR RI, Askweni, mendesak transparansi penuh pendapatan tambang dan meminta audit independen terhadap Freeport, setelah mengungkap data dugaan kerugian negara hingga Rp6 triliun akibat potensi under-reporting produksi.
“Ada dugaan under-reporting baik volume maupun grade tambang kita ini. Temuan BPK Tahun 2017 menunjukkan kerugian negara sekitar Rp6 triliun. Tentu ini menimbulkan pertanyaan besar di publik,” kata Askweni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI dengan Direktur Utama PT Freeport Indonesia, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Dugaan tersebut muncul saat dirinya menemukan catatan penting dari laporan hasil pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2017. Laporan tersebut mengungkap potensi kerugian negara sekitar Rp6 triliun terkait penerimaan negara dari Freeport. Temuan itu memunculkan dugaan adanya pelaporan yang tidak sesuai.
“Kami mohon dilakukan audit independen PT Freeport Indonesia terkait dugaan under-reporting volume maupun grade bijih tambang yang diproduksi. Temuan BPK 2017 hanya satu semester dan setelah itu tidak ada data lainnya,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, politisi Fraksi PKS ini juga menyoroti data yang menunjukkan kontribusi Freeport kepada negara pada 2025 yang diproyeksikan sekitar Rp70 triliun atau setara USD 4,1 miliar. Namun pada 2026, angkanya menurun menjadi sekitar Rp50 triliun akibat kondisi operasional yang belum sepenuhnya pulih pascalongsor.
Atas dasar itu, ia meminta Freeport menyampaikan data kontribusi perusahaan terhadap penerimaan negara sejak 1967 agar publik dan DPR dapat menilai perkembangan kontribusi tambang dari masa ke masa. Askweni menegaskan bahwa seluruh pengelolaan tambang harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
“Harapan kami ke depan, pertambangan ini menghasilkan lebih besar lagi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















