‘PP 78 Gagalkan Sejahterahkan Buruh’
Jakarta, Aktual.com – Sekjen serikat buruh FSPMI, Riden Hatam Aziz menegaskan kembali tentang tujuan awal ditetapkannya PP No 78 oleh Presiden Joko Widodo pada akhir 2015 silam.
“Tujuan dulu dia (Jokowi) membuat PP 78 ada dua alasannya. Satu, untuk menghindari PHK katanya. Kedua, untuk kepastian kenaikan gaji dan sekaligus tentang kemampuan atau daya beli buruh, ” kata Aziz, dilokasi aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jakarta beberapa waktu lalu.
” Tapi faktanya sekarang, PHK terjadi dimana-mana, daya beli sudah dinyatakan menurun, ” sambungnya.
Menurutnya, hal itu dapat dilihat dari program padat karya yang dicanangkan presiden Jokowi untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang diketahui semakin anjlok.
” Faktanya ekonomi stag. Dan dia (Jokowi) sendiri telah mengeluarkan program yang disebut dengan padat karya, yaitu dana desa-desa dengan memerintahkan upahnya harus secara tunai, cash. Apa argumentasinya ?, karena untuk menaikkan daya beli,” ujarnya.
“Artinya, bahwa tujuan dibentuknya PP 78 dua tahun terakhir dijalankan tahun ketiga sudah menunjukan tidak sesuai dengan tujuan awalnya,” tambahnya.
Maka, menurut Aziz, tidak ada alasan bagi Jokowi untuk mempertahankan PP 78 selain harus kembali pada sistem kenaikkan dan proses penetapan upah dengan mengacu pada Undang-Undang No 13 Tahun 2003.
“Pilihannya hanya satu kembalikan sistem kenaikkan upah, proses penetapan upah ke undang-undang 13 (tahun) 2003,” pungkasnya.
Diketahui, ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jalarta untuk menuntut Pemprov DKI merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang sebelumnya sudah diputuskan sebesar 3,6 juta.
Selain menyampaikan aspirasi ke kantor Gubernur, massa aksi juga melakukan aksi longmarch ke Istana Negara, Jakarta untuk untuk meminta Presiden Joko Widodo menghapus PP No 78 tentang sistem kenaikkan dan penetapan upah buruh.
Berikut cuplikannya:
Reporter: Warnoto