Buruh Minta Cabut PP Pengupahan (Foto: Munzir)

Jakarta, Aktual.com — Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Dr Padang Wicaksono mengatakan bahwa sejumlah aksi unjuk rasa menolak Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan disinyalir tidak murni lagi. Ada pihak-pihak yang secara politis tidak rela pemerintah berhasil mengatasi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Aturan ini memberikan banyak kepastian yang menguntungkan pekerja, calon pekerja maupun pengusaha.

“Dalam PP Pengupahan terdapat aturan yang memastikan upah pekerja naik setiap tahun dengan upah minimum tahun berjalan (yang di dalamnya terdapat KHL), tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi nasional sebagai dasar kenaikan,” ujar pengamat ekonomi Universitas Indonesia Dr Padang Wicaksono kepada media di Jakarta, Jum’at (30/10).

Disamping itu, lanjutnya, perusahaan berkewajiban membuat struktur dan skala upah yang menjadi basis dialog bipartit antara pekerja dan pengusaha dalam suatu perusahaan.

“Luar biasa. Sejak era reformasi, baru di era sekarang ini berhasil disusun formula pengupahan yang menguntungkan pekerja, calon pekerja dan pengusaha, sekaligus mendorong dialog sosial pekerja-pengusaha melalui forum bipartit”, tegasnya.

Karena itu, lanjut Padang, dirinya merasa heran jika masih ada kelompok buruh yang menolak PP Pengupahan yang diundangkan pemerintah 23 Oktober lalu. Menurutnya, kecil kemungkinan buruh menolak aturan ini, kecuali karena telah terjadi politisasi terhadap mereka.

“Mayoritas buruh saya yakin terima PP Pengupahan ini karena memang menguntungkan mereka dan teman-teman mereka yang belum bekerja. Kecil kemungkinan buruh menolak, kecuali jika buruh sudah mengalami politisasi”, imbuhnya.

Dia mensinyalir ada pihak-pihak tertentu yang mengolah isu upah ini untuk kepentingan non-buruh. Dimungkinkan pihak tertentu itu tidak bahagia jika pemerintah berhasil mengatasi persoalan buruh dan pengangguran. Kalau aturan ini ditolak, jelasnya, pengangguran akan makin bertambah banyak dan ketidakpastian merajalela.

“Jika kepastian usaha mendapatkan jaminan dengan formula upah yang menguntungkan pekerja dan pengusaha, sudah pasti industri akan berkembang pesat. Dan otomatis terbuka banyak lapangan kerja yang dapat mengurangi masyarakat penganggur. Sisi lainnya, dengan banyaknya pilihan lapangan kerja, kekuatan tawar buruh dengan sendirinya menguat”, jelasnya.

Peningkatan Kompetensi
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri optimis aturan baru pengupahan akan berjalan baik karena menguntungkan buruh dan melindungi semua pihak. Sebagian penolakan yang muncul merupakan dinamika demokrasi yang biasa. Bagi Hanif, pemerintah tidak mungkin menyenangkan semua orang tetapi yang pasti pemerintah telah mengambil keputusan terbaik untuk semua.

Ditemui di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Menteri-menteri Tenaga Kerja Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang ketiga di Jakarta, Hanif menyampaikan aturan pengupahan baru mendapatkan apresiasi dari banyak negara. Beberapa negara bahkan menyampaikan keinginannya untuk mempelajari kebijakan pengupahan Indonesia yang dianggap sebagai terobosan strategis bagi penciptaan hubungan industrial yang sehat dan produktif.

“Alhamdulillah aturan pengupahan dapat apresiasi dari negara-negara anggota OKI karena jadi terobosan strategis bagi penciptaan hubungan industrial yang sehat dan produktif. Beberapa negara malah sudah sampaikan keinginan mereka untuk mempelajari kebijakan pengupahan di sini”, katanya.

Lebih lanjut Hanif menjelaskan kelebihan supply tenaga kerja masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Kebijakan pengupahan yang baru, menurutnya, akan mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak karena adanya kepastian dalam pengupahan.

“Supply tenaga kerja kita lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia. Lihat saja angka pengangguran yang 7,4 juta orang. Jangan hanya pemerintah yang pikirkan mereka. Yang sudah bekerja juga harus ikut mikirin. Jangan egois! Penganggur muda kita besar. Karenanya kita perlu lapangan kerja lebih banyak, dan kepastian pengupahan memastikan penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak itu”, jelasnya.

Pemerintah, imbuhnya, juga terus memacu peningkatan kompetensi tenaga kerja dan calon-calon tenaga kerja agar bisa terserap ke pasar kerja. Dikatakan bahwa profil pengangguran nasional masih didominasi oleh lulusan SD dan SLTP. Selain perbaikan akses dan mutu pendidikan formal, skema pelatihan kerja yang berbasis kompetensi perlu terus digalakkan melalui balai-balai latihan kerja (BLK).

“Pengangguran kita masih didominasi oleh lulusan SD dan SLTP. Ini harus diberi perhatian, bukan saja oleh pemerintah tetapi juga semua komponen masyarakat. Akses dan mutu pendidikan formal harus ditingkatkan, demikian halnya dengan pelatihan berbasis kompetensi melalui BLK yang harus terus digenjot”, kata Hanif.

Oleh karena itu, lanjut Hanif, kementerian ketenagakerjaan mengembangkan program percepatan peningkatan kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja agar SDM bangsa unggul dan memiliki daya saing.
Balai Latihan Kerja (BLK) di seluruh Indonesia juga direvitalisasi baik sarana-prasarana, sistem pelatihan, standar kompetensi, instruktur, maupun sertifikasi tenaga kerja terlatihnya. Tanpa itu tenaga kerja Indonesia akan kalah bersaing di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang segera akan berjalan.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka