Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) mengatakan kebijakan pemerintah yang meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang seluruh kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) bakal memunculkan masalah baru dalam pendanaan proyek pembangkit listrik 35ribu MW.
“Bakal memunculkan masalah baru. Dengan evaluasi ini, kesucian kontrak ternodai. Risiko kredit bagi debitor energi, utamanya listrik akan meningkat,” ujar Wakil Bendahara Umum APLSI, Rizka Armadhana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (20/11).
Rizka mengatakan, evaluasi itu berpotensi memunculkan ketidakpastian baru bagi pelaku usaha di sektor perlistrikan. Ketidakpastian itu membuat risiko kredit untuk pembangkit listrik menjadi meningkat.
“Sebab regulasi berubah-ubah. Return of investment-nya menjadi tidak jelas. Tentu lembaga keuangan akan buat perhitungan dengan menaikkan cost of fund bagi debitur pembangkit listrik di program ini,” ujar Rizka.
Padahal, menurut Rizka, awalnya lembaga keuangan sangat optimistis dengan pembiayaan di power plant utamanya program 35ribu MW. Namun kemudian, apetite-nya menurun seiring dengan munculnya berbagai regulasi yang kerap berubah dan meningkatkan risiko kredit. Sehingga ke depan, ujar Rizka, kenaikkan cost of fund akan berdampak pada harga jual listrik yang tiba ke konsumen.
Sebelumnya memang terungkap surat Dirjen Ketenagalistrikan kepada Dirut PLN agar meninjau kembali perjanjian jual beli listrik atau power purcashment agreement (PPA) kepada pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP).
Salah satu lingkup peninjauan tersebut di atas adalah agar harga jual tenaga listrik pembangkit tersebut paling tinggi sebesar 85% dari biaya pokok pembangkit di sistem ketenagalistrikan setempat. Hasil peninjauan tersebut agar dilaporkan kepada Menteri ESDM.
(Reporter: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka