Jakarta, Aktual.com – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengapresiasi ptusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas mengajukan calon presiden (presidential treshold).
“Putusan MK menunjukkan bahwa penyusunan UU Pemilu sesuai dengan semangat Putusan MK terdahulu,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achamd Baidowi di Jakarta, Kamis (11/1).
Dia menjelaskan apa yang diputuskan MK terdahulu hanya pemilu serentak dan tidak menghapus ambang batas dan tidak melarang penggunaan hasil Pemilu 2014 dipakai dua kali.
Karena itu, menurut dia, apabila mengacu pada konfigurasi hasil pemilu 2014, calon presiden diprediksi tidak terlalu banyak, karena partai politik sudah berkumpul di satu poros koalisi.
“Ini juga sebagai bentuk apresiasi kepada parpol yang telah berkiprah pada pemilu sebelumnya. Kedepan, ayo ciptakan iklim pemilu yang sehat dan kondusif,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Partai Idaman yang teregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017.
“Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (11/1).
Pasal 222 UU Pemilu mengatur ambang batas partai politik atau gabungan parpol mencalonkan Presiden atau “presidential threshold”.
Dalam pasal tersebut Partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
Dalam pertimbangannya, MK menilai “presidential threshold” relevan untuk memperkuat sistem presidensial dan Presiden yang terpilih nantinya bisa memiliki kekuatan di parlemen.
MK juga menilai pasal 222 tidak kedaluwarsa karena merupakan UU baru yang disahkan pemerintah dan DPR pada 2017 lalu, bukan UU lama yang digunakan untuk menggelar pilpres 2014. Selain itu MK juga menilai pasal 222 tidak bersifat diskriminatif.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: