Sementara itu, dihubungi terpisah, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai dengan fakta Prabowo memiliki lahan seluas 220 ribu hektare di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh, maka sudah dipastikan akan kesulitan menerapkan kebijakan reforma agraria.
Kata dia, “Bagaimana Prabowo akan melakukan reforma agraria jika ia sendiri adalah salah satu orang yang menguasai ratusan ribu hektar tanah di berbagai wilayah di Indonesia, yang justru menyebabkan ketimpangan kepenguasaan agraria,” .
Menurut dia, upaya reforma agrarian Jokowi lebih kongkrit dengan meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kedaulatan pangan. Pemberian sertifikat bagi masyarakat pemilik tanah juga menjadikan masyarakat memiliki akses ke lembaga formal seperti bank.
Gagasan reforma agraria Prabowo kontradiktif dengan fakta kepemilikan lahan yang mencapai ratusan ribu hectare. Padahal, keadilan agraria itu sendiri adalah suatu keadaan dimana tidak ada konsentrasi berlebihan dalam penguasaan dan pemanfaatan atas sumber-sumber agraria pada segelintir orang.
Henry melanjutkan, selama masa kepemimpinannya, Jokowi telah melaksanakan kebijakan reforma agraria. Pemerintahan Jokowi telah mendistribusikan lahan ke petani kecil dan masyarakat adat dan akan terus melanjutkan kebijakan ini pada masa pemerintahannya yang akan datang.
“Pemerintahan Jokowi tidak ada menerbitkan izin-izin penggunaan lahan baru bagi perusahaan-perusahaan besar. Hal ini berbeda jauh dengan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yang “murah hati” terhadap perusahaan-perusahaan tersebut,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: