Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyatakan dirinya tidak sepaham dengan neoliberalisme. Menurut Prabowo, Capres nomor urut 02 itu berpendapat pemerintah harus berada di depan untuk membantu masyarakat.
“Saya agak berbeda, saya tidak ikut paham-paham neolib bahwa pemerintah bukan hanya regulator, pemerintah di depan pelopor, intervensi bila perlu, bekerja untuk rakyat, membantu,” kata Prabowo dalam Debat Pilpres 2024 di Jakarta, Minggu (4/2/2024).
“Di bidang budaya juga pemerintah juga harus di depan, menjaga melestarikan semua budaya kita di semua bidang,” sambung Prabowo.
Prabowo mengungkapkan salah satu strategi di sektor kebudayaan yang akan dilakukan di pemerintahannya nanti adalah dana abadi budaya. Prabowo ingin membantu semua pelaku kebudayaan yang ada di Indonesia.
“Kami Prabowo-Gibran merencanakan ada dana abadi budaya untuk memberi dorongan, dukungan untuk semua aktor-aktor, pelaku-pelaku budaya kita, di semua bidang. Ini adalah mutlak bagi kita,” ujar Prabowo.
Prabowo juga menyampaikan pengalamannya dalam memimpin salah satu warisan budaya Indonesia yaitu pencak silat. Selain itu, dia juga terlibat dalam mengembangkan wayang hingga sendratari.
“Budaya kita sebagai contoh pencak silat bela diri warisan nenek moyang kita, saya sendiri sudah 37 tahun mengurusi pencak silat. Belum lagi budaya-budaya lain seperti sendratari, wayang kulit, wayang orang, wayang golek dan segala macam musik kita,” ujar dia.
Sebelumnya diketaui, Peran pemerintah sebagai regulator sebelumnya disampaikan oleh Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, saat berbicara mengenai pembangunan pabrik handphone (HP) dalam negeri. Anies menyampaikan hal itu setelah jawabannya soal pabrik ponsel di Indonesia ditanggapi oleh kedua capres lain.
Anies mengatakan praktik pembangunan itu harus melibatkan banyak pihak. Pemerintah harus menyediakan ekosistem yang sehat.
“Ketika sampai kepada kegiatan praktis, maka pendekatannya kolaboratif. Negara adalah regulator, dan negara memberikan ekosistem yang sehat. Panggil pelaku yang selama ini terlibat, baik swasta maupun BUMN, sampaikan ada kebutuhan membangun pabrik telepon seluler,” ujarnya.
Dia mengatakan bukan negara yang membangun. Negara, katanya, harus menyiapkan apa yang dibutuhkan mulai dari kemudahan perizinan, modal ataupun urusan pajak.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi