Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi Yanuar Rizky meminta Pemerintah Indonesia harus ekstra hati-hati dan waspada terkait kebijakan Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump di tahun 2017 nanti.

Pasalnya, kebijakan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed di Desember ini dan tahun depan secara langsung akan mengerek kenaikan inflasi di Negeri Paman Sam itu.

“Jadi kebijakan Trump tak bisa dianggap remeh. Pola pikir Trump pragmatis, seperti seorang pengusaha. Dia mau naikan suku bunga. Nah, kalau suku bunga naik, maka inflasi juga harus naik. Selama ini the Fed tak kunjung naikkan bunga, karena inflasinya rendah,” jelas Yanuar kepada Aktual.com, di Jakarta, Kamis (8/12).

Menurutnya, Trump selalu menyebutkan, agar suku bunga bisa naik, maka terlebih dahulu inflasi dinaikkan. Karena tujuan kenaikan suku bunga itu agar dana-dana itu pulang ke AS.

“Kalau inflasi di AS dinaikkan begitu, berarti Trump dan AS setuju, kalau harga komoditas dan energi akan naik juga,” ujarnya.

Nah, dampaknya ini yang harus diwaspadai oleh pemerintah. Di satu sisi harga komoditas naik, bisa positif bagi Indonesia. Tapi dampak negatif juga tak bisa dianggap remeh.

“Karena, kita itu sudah tak ada subsidi energi lagi. Jadi kemudian, PR-nya buat pemerintah bagaimana? Memang dengan harga minyak tinggi APBN aman, tapi kan masyarakatnya akan cilaka (bahaya). Apalagi kita ini tak kunjung punya UU Tabungan Energi,” terang Yanuar.

Kondisi itu menurutnya, membuat daya beli menurun dan inflasi meningkat, apalagi sudah pasti akan ada kebijakan kenaikan tarif listrik 900 volt ampere (VA).

Makanya, kata dia, regulator dan pemerintah seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN, agar duduk bersama untuk mengantisipasi turbulensi jangka pendek ini.

“Karena saat ini semua orang happy, harga komoditas mulai naik. Tapi dampak ke masyarakatnya akan lebih mengerikan lagi,” pungkas dia.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka