Jakarta, Aktual.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat praktik persaingan usaha yang mengarah ke monopoli masih marak terjadi.

Kendati selama ini praktik monopoli atau kartel itu dikenai sanksi besar yaitu mencapai Rp25 miliar. Tapi faktanya, tak membuat jera pelaku usaha. Sehingga nantinya pihak KPPU akan membuat kebijakan pengenaan denda sebesar 30 persen dari nilai penjualan.

“Mungkin alasan mereka tidak takut (denda) karena hasil dari praktik kartelisasi itu bisa lebih besar dari Rp25 miliar,” ujar Ketua KPPU, Syarkawi Rauf di Jakarta, Senin (26/10).

Pengenaan denda yang besar ini, kata dia, terjadi juga di beberapa negara. Seperti Jepang dan Korea Selatan. Di sana persentase dendanya menggunakan percentage of sales atau persentase dari penjualan.

“Di beberapa negara itu ada yang 25 persen ada juga yang 30 persen. Karena bagi kami, kalau dendanya terlalu tinggi akan menimbulkan disinsentif bagi pelaku usaha,” jelas Syarkawi.

Langkah KPPU ini, menurutnya, agar terjadi kompetisi yang sehat di sektor usaha dan bisnis, maka jangan sampai terjadi monopoli atau kartelisasi. Padahal di negara-negara maju, pertumbuhan ekonomi itu salah satunya dipicu oleh kompetisi yang sehat.

“Di Jepang itu saat ini, dengan tag line yang baru adalah no competition no growth. Karena hanya kompetisi lah yang membuat pertumbuhan,” ungkap dia.

Dalam konteks itu, KPPU bersama Komisi VI DPR menginginkan ada pembahasan revisi UU No. 5 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. Menurut dia, revisi UU ada lima poin. Pertama, definisi pelaku usaha.

Selama ini, KPPU hanya bisa mengatur persaingan di Indonesia. Padahal ada kasus persaingan yang dilakukan perusahaan di Singapura, Malaysian, dan Thailand justru berdampak ke Indonesia.

Kedua, kelembagaan KPPU yang diperkuat. Ketiga, terkait kewenangan KPPU terkait penggeledahaan dan penyitaan. “Tapi jangan salah sangka, di dalam revisi uu itu, penggeledahan dan penyitaan tetap dilakukan bersama-sama dengan kepolisian,” jelasnya.

Kempat, perubahan post merger menjadi pre merger. Dan kelima, terkait denda persaingan. Saat ini, dendanya sebesar Rp25 miliar maksimum.

“Padahal, banyak pelaku kartel yang selama ini hitungan kartelnya bisa lebih dari Rp 25 miliar. Tetapi kita tidak bisa menghukum lebih dari itu. Karena ketentuannya sebesar Rp 25 miliar,” jelas dia lagi.

Padahal, kata dia, jika dendanya tinggi, maka akan membuat jera pelaku monopoli usaha. Namun demikian, pihaknya sudah melakukan sosialisasi terhadap dunia usaha seperti ke Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan juga Asosiasi Pengusaha Indonesia.

Lebih jauh ia menegaskan, pada intinya KPPU tidak melarang proses merger. Dan itu tidak dilarang oleh UU. Yang dilarang adalah, merger dan akuisisi yang menyebabkan terbentuknya perusahaan besar dan meng-exercise monopoli power.

“Karena dengan begitu akan ada potensi menaikan harga. Ini yang dilarang UU kita, makanya merger dan akuisisi ini dikontrol, untuk mengindari dominasi di pasar,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan