Jakarta, Aktual.com – Tim kuasa hukum Nguan Seng alias Henky menyesalkan langkah Hakim Tunggal, Sacral Ritonga yang menolak permohonan praperadilan yang dilayangkan pihaknya. Penolakan tersebut dinilai tak sesuai dengan sejumlah fakta yang sebelumnya terungkap dalam persidangan.

“Sangat menyayangkan atas putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Tunggal Praperadilan ini yang sama sekali tidak menghargai fakta-fakta di persidangan,” ujar Kuasa hukum Henky, Herdika Sukma Negara dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (10/5/2021).

Sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang hari ini beragendakan putusan. Dalam putusannya, hakim Sacral Ritonga menolak permohonan praperadilan Nguan Seng alias Henky melalui Tim Kuasa Hukum atas tidak sahnya penetapan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan dan/atau tindak pidana penggelapan oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung.

Herdika lebih lanjut menerangkan sejumlah fakta yang seakan tidak dipertimbangkan oleh hakim dalam putusannya. Misalnya, terkait keterangan saksi ahli hukum perdata dan ahli hukum pidana.

“Hakim Tunggal tidak melihat keterangan Ahli hukum pidana dan ahli hukum perdata, dimana Ahli hukum pidana Dr. Effendy Saragih, S.H., M.H., telah mengatakan bahwa di dalam praperadilan untuk pembatalan ketetapan tersangka atas seseorang maka yang menetapkan tersangka harus dapat menunjukkan minimal 2 alat bukti yang sah dan berkualitas sehingga dapat digunakan sebagai dasar menetapkan seseorang menjadi tersangka,” ungkap Herdika.

“Ahli hukum Perdata Dr. Dinda Keumala, S.H., M.Kn., mengatakan bahwa jual beli itu sah apabila terpenuhi syarat tunai, terang dan riil, serta Legalitas Kesepakatan Bersama tetap berlaku selama belum diakhiri oleh kedua belah pihak atau diajukan gugatan pembatalan oleh salah satu pihak, dan di dalam rencana pembelian tanah 6 Ha itu belum terjadi jual beli dikarenakan syarat jual beli belum terpenuhi apalagi belum adanya perbuatan serah terima surat tanah dan uang pembeliannya sebagai syarat jual beli tunai terpenuhi, lalu apabila surat tanah masih atas nama pemilik lama itu adalah hal lumrah yang sering terjadi di tengah masyarakata kita dan dasarnya adalah kesepakatan kedua belah pihak,” ditambahkan Herdika.

Kemudian, sambung Herdika, Hakim Tunggal telah gagal memimpin persidangan permohonan praperadilan ini karena Hakim Tunggal tidak dapat menghadirkan 2 alat bukti yang sah melalui Termohon yang menyebabkan Pemohon ditetapkan sebagai tersangka. “Namun anehnya Hakim Tunggal dapat menilai sendiri bukti yang dianggap sebagai 2 alat bukti yang sah sebagai dasar menetapkan Pemohon sebagai Tersangka,” tutur Herdika.

Selain itu, dikatakan Herdika, Hakim Tunggal Praperadilan tidak menilai bukti kepemilikan tanah pemohon seluasa 3 Hektar dengan alasan bukti itu hanya copy. “Padahal sudah dijelaskan diawal bahwa ketika terjadi jual beli tanah 3 Ha itu surat semuanya telah diserahkan kepada pembeli yang baru dan untuk tanah yang 6 Ha telah Pemohon tunjukan bukti aslinya,” tegas Herdika.

Untuk diketahui, Henky melalui Tim Kuasa Hukum dalam Permohonan Praperadilan menyebut penetapan tersangka Henky oleh Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang adalah tidak sah dengan alasan tidak adanya dasar dua alat bukti yang cukup. Penetapan status tersangka kepada pria berumur 82 tahun itu merupakan buntut laporan Laurence M Takke terkait jual beli lahan.

Jual beli tanah itu disebut murni keperdataan dan tidak ada peristiwa pidana. Dikatakan, proses jual beli tanah milik Pemohon yang terletak di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan dengan total seluas sembilan hektar (9 Ha) itu disepakati dibagi menjadi dua tahap, yaitu pertama kali proses jual beli tanah seluas 3 Ha dan yang kedua adalah bidang tanah seluas 6 Ha.

Pada proses pertama antara Pemohon dengan Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat.

Selain itu telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000 secara sukarela dan sah oleh Laurence M. Takke kepada Pemohon.

Sementara dalam proses kedua untuk bidang tanah milik Pemohon seluas 6 Ha, kata Herdika, telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara Pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019. Dikatakan Herdika, kesepakatan bersama yang menjadi UU bagi Pemohon dan Laurence M. Takke itu pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah.

Pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).

Menurut Pemohon, peristiwa yang terjadi dalam jual beli bidang tanah antara Henky dengan Laurence M Takke adalah murni peristiwa dan perbuatan keperdataan. Dengan demikian, tidak pernah ada peristiwa atau perbuatan tindak pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah tersebut.

Dalam permohonannya, Pemohon menyebut pihak Termohon atas laporan Laurence M. Takke itu telah melakukan serangkaian tindakan menyalahgunakan kewenangan dan bersifat mal-administrasi selama dalam proses tahapan penyelidikan dan penyidikan.

Hal itu dinilai bertentangan dengan KUHAP dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. FSB

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Tino Oktaviano