Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/6). Prasetyo kembali diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda reklamasi Teluk Jakarta dengan tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi disebut jadi eksekutor pembagian uang dari perusahaan pengembang reklamasi kepada anggota dewan lainnya. Mencuat lantaran namanya disebut dalam sidang terdakwa Ariesman Widjaja.

Namun pengamat hukum dari Universitas Mataram, Sirra Prayunahal, berpendapat keterangan seorang saksi dalam rekaman tidak lantas membuktikan jika seseorang memang pasti jadi pelaku seperti yang disebutkan.

“Uraian rekaman itu hanya pengakuan seorang saksi,” kata dia, saat dihubungi wartawan, beberapa waktu lalu.

Diingatkan dia, dalam asas hukum pidana dikenal “satu saksi bukan saksi”. Dengan demikian, dalam pendapatnya, harus ada bukti lain yang dapat membuat terang suatu delik. Sehingga menurut dia terlalu dini untuk menyebut politisi PDI-P itu harus bertanggung jawab dalam suatu delik akibat keterangan seorang saksi.

Prasetyo sendiri masih membantah mengenal Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group, Saiful Zuhri alias Pupung. Dia juga mengaku tidak mengerti pembicaraan Pupung dalam rekaman pembicaraan yang diputar Jaksa. Sekretaris DPD PDI-P DKI itu juga siap dikonfrontir di persidangan.

Sementara itu, mengenai pengembangan kasus reklamasi Teluk Jakarta, KPKmasih menunggu persidangan Ariesman usai. Termasuk melihat pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. “Ditunggu saja seperti apa jalannya persidangan,” ucap Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.

Keterangan-keterangan saksi dan fakta di persidangan, lanjut Priharsa, dilakukan untuk menguatkan dan meyakinkan majelis hakim atas bukti-bukti‎ yang ditemukan selama penyidikan di KPK.

Dalam pemutaran rekaman pembicaraan Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group, Saiful Zuhri alias Pupung dengan Ketua D DRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi yang merupakan tersangka pada kasus ini. Percakapan telepon itu terjadi pada 17 Maret 2016.

“Gini Bang, jadi kalau misalnya nanti jam 14.00 lewat tidak ada apa-apa, saya lapor Bos (Aguan), supaya dia bisa tekan Pak Prasetyo (Prasetyo Edi Marsudi) lagi,” kata Pupung kepada Sanusi, dalam rekaman telepon yang diputar jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/7).

‎‎Percakapan itu bagian dari perbincangan Pupung dengan Sanusi. Keduanya membahas percepatan pembahasan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Pupung diduga menjanjikan uang kepada sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta. Pupung memberi janji agar anggota DPRD DKI Jakarta menghadiri rapat paripurna pembahasan RTRKSP. Tujuannya, jumlah anggota rapat dapat memenuhi syarat pengambilan keputusan.

‎Di rekaman selanjutnya, Sanusi mengatakan kepada Pupung, kalau Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi membuat kacau pembagian uang kepada anggota DPRD lain.

“Iya, pembagiannya benar-benar kacau balau deh dia (Prasetyo). Makannya kebanyakan. Maksud gue banyak banget, bukan kebanyakan, ngerti enggak lo, kayak enggak ada tempat lain,” kata Sanusi kepada Pupung dalam rekaman percakapan telepon.

Meski demikian, Pupung yang hadir dalam sidang ini sebagai saksi membantah pembagian yang dimaksud dalam rekaman telepon itu adalah bagi-bagi uang. Ia mengaku tidak mengetahui arti pembicaraan Sanusi yang menyinggung masalah pembagian oleh Prasetyo. (M Zhacky K)

Artikel ini ditulis oleh: