Jakarta, Aktual.com — Keinginan publik dan pemerintah agar suku bunga kredit perbankan dapat berada di single digit, sepertinya masih jauh dari harapan.
Pasalnya, perbankan juga masih terbebani dengan penerapan sistem premi diferensial (SPD) yang akan diterapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seiring sudah rampungnya pembahasan RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuanga (PPKSK).
“Penerapan premi LPS yang berbasis risiko tersebut justru akan meningkatkan biaya dana, apalagi terhadap bank yang masuk kategori paling berisiko tinggi,” tutur Wakil Direktur PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk , Ongki Wanadjati Dana, di Jakarta, Rabu (16/3).
Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah jangan terus menekan industri perbankan agar mau menurunkan suku bunga kreditnya ke single digit.
“Pemerintah harus lebih mempertimbangkan lagi keinginan adanya suku bunga kredit single digit, apalagi sebentar lagi ada pemberlakuan premi diferensial,” pinta dia.
Saat ini, premi LPS sendiri sudah diterapkan sebesar 0,2 persen dari DPK per tahun. Sementara nantinya, penerapan SPD memiliki besaran yang variatif.
Untuk bank yang berisiko di level pertama preminya sebesar 0,10 persen, level kedua 0,15 persen, level ketiga 0,20 persen, level keempat 0,25 dan bank berisiko paling tinggi sebesar 0,30 persen per tahun.
Terkait penerapan SPD sendiri dirinya tidak mempermasalahkan. Pasalnya pihaknya memahami kondisi dana pencadangan LPS yang hanya sebesar 1 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) perbankan.
“Tapi memang bagi kami, premi LPS ini merupakan salah satu komponen biaya dana, sehingga akan berpengaruh pada suku bunga kredit,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan mengungkapkan, pada draf RUU PPKSK mengamanatkan supaya LPS memiliki dana cadangan sebesar 2,5 persen dari total DPK perbankan.
”Saat ini LPS hanya memiliki cadangan 1 persen. Saat ini dana yang kami kelola ada Rp67 triliun,” kata Fauzi.
Ia menambahkan, nantinya untuk memenuhi ketentuan UU PPKSK itu pihaknya akan mengoptimalkan peningkatan pendapatan dari premi.
“Kalau diterapkan premi diferensial, maka harus dipastikan dahulu pendapatan kami netral atau dalam posisi tidak berdampak negatif,” tandas Fauzi.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan