Jakarta, Aktual.co — Mantan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) sekaligus Presiden Direktur PT Sentul City Tbk Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng bertemu dengan Ketua Muda Pengawasan Mahakamah Agung hakim Timur Manurung.
“Ada pertemuan di (restoran) Nipponkan, Hotel Sultan, Pak Cahyadi dengan Timur Manurung,” kata saksi orang kepercayaan Swie Teng, Robin Zulkarnain yang juga direksi PT Sentul City dalam sidang, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (25/3)
Robin menjadi saksi untuk terdakwa Swie Teng yang didakwa menyuap Rp5 miliar kepada Bupati Bogor, ketika itu Rachmat Yasin untuk menerbitkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT BJA, dan sengaja memengaruhi saksi sehingga dinilai merintangi penyidikan atas nama tersangka Yohan Yap yang merupakan anak buahnya.
“Ada dua kali pertemuan, yang kedua Pak Cahyadi dan Pak Timur bertemu tanggal 11 September. Kalau pertemuan pertama saya tidak hadir jadi tidak tahu persis,” ungkap Robin.
Pertemuan di hotel tersebut diatur oleh anak buah Cahyadi yang bernama Dian dengan nama palsu yaitu Arman.
“(Arman) itu bukan siapa-siapa, inisial saja, nama samaran,” ungkap Robin.
Cahyadi yang juga Presiden Direktur Sentul City dan Timur diketahui merupakan teman satu gereja.
“Beliau kan berteman dan minum wine, kebetulan mereka berdua teman seiman teman gereja,” tambah Robin.
Robin mengaku bahwa pertemuan itu memang terkait dengan kasus yang melilit Yohan Yap.
“Pertemuan yang pertama saya tidak tahu tapi pertemuan kedua di hotel Sultan ada Pak Allen Cahyadi dan saya, karena kasus ini lagi hangat saya pikir ada kaitannnya dengan kasus ini,” tambah Robin.
Dalam perkara ini, Cahyadi didakwa pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Pasal itu mengatur mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50 juta – 250 juta.
Selanjutnya Cahyadi didakwa pasal 21 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberatnasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 201 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap jaksa Surya Nelli.
Pasal tersebut mengatur tentang setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi sehingga terancam pidana 3-12 tahun penjara dan denda Rp150-600 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby