Jakarta, Aktual.com — Institut Hijau Indonesia meminta ketegasan Presiden Joko Widodo terkait reklamasi Teluk Jakarta. Dalam beberapa kesempatan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan bahwa reklamasi tersebut merupakan warisan gubernur sebelumnya.
“Itu tidak sepenuhnya benar, karena ada beberapa pulau yang izinnya dikeluarkan Basuki Tjahaja Purnama. Misalnya (reklamasi) Pulau G,” tegas Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad dalam Diskusi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia (GDRI) ‘1 Tahun Rezim Jokowi: Kemanakah Rezim ini Akan Melangkah?’ di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/10).
Reklamasi Pulau G oleh Gubernur Ahok tersebut saat ini sedang digugat ke PTUN oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Agar tidak berlarut-larut, Chalid meminta Jokowi turun tangan dan membatalkan proyek tersebut.
“Presiden perlu turun tangan, meminta pembatalan terhadap proyek ambisius Jakarta ‘Giant Sea Wall’. Teluk Jakarta adalah teluk yang sangat strategis. Urusannya itu tidak bisa diurus gubernur, urusan yang strategis adalah urusan pusat,” ucapnya.
Diungkapkan dia, pulau-pulau yang hendak dibangun dalam skema Jakarta Giant Sea Wall itu sangat rakus. Utamanya materi timbunan yang dijadikan reklamasi, baik batuan besar maupun pasir yang akan dijadikan pulau-pulau. Untuk satu pulau, batuan dan pasir ini bisa mencapai jutaan meter kubik.
Darimana sumber-sumber batuan dan pasir tersebut? Chalid mengatakan akan ada pengerukan besar-besaran dari wilayah lain untuk membangun pulau reklamasi.
Di sisi lain, dampak dari reklamasi juga mengorbankan ribuan nelayan. Mereka akan tergusur dari wilayah Teluk Jakarta. Dimana hasil proyek ini semata-mata dipersembahkan untuk investor besar seperti rumah mewah. Pada gilirannya proyek ini mengalienasi rakyat miskin yang selama ini tinggal di wilayah tersebut.
“Yang kita butuhkan ketegasan Presiden,” tutup Chalid.
Artikel ini ditulis oleh: