Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat dari segi ketatanegaraan kasus Arcandra Tahar merupakan bentuk ‘kebobolan’ yang nyata. Menunjukkan tidak cukup kokohnya pemerintah menjaga prinsip bernegara secara baik.
Peraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia ini juga menilai kasus Arcandra menunjukkan bahwa penyelenggaraan negara di saat ini dilakukan dengan cara yang bisa dikatakan ‘gampangan’. Dan pihak yang harus bertanggung jawab atas kasus ini, tidak lain adalah Presiden Jokowi.
“Presiden yang harus bertanggung jawab. Tidak bisa hanya dikatakan kalau pilihan atas Arcandra merupakan saran dari sana-sini sehingga orang yang memberi saran itu yang disalahkan. Bagi saya tidak bisa seperti itu. Kesalahan utama tetap ada di Presiden Jokowi,” ucap lulusan Universitas Hasanuddin, kepada Aktual.com, di Jakarta, Selasa (16/8).
Menurut Margarito, adalah persoalan lain kalau administrasi negara saat ini ternyata kacau. Misal pembantu presiden yang tidak cukup kredibel menyodorkan data dan informasi secara valid ke Presiden untuk memilih figur menteri. “Silahkan saja presiden melakukan tindakan kepada anak buah yang tidak menyajikan data secara valid itu,” kata pria kelahiran Ternate itu.
Tetap diingatkannya, alasan kekacauan administrasi sama sekali tidak bisa menjadi alasan hukum untuk menghapuskan tanggung jawab Presiden Jokowi. “Sebab kasus kebobolan ini memalukan. Bahkan bukan lagi memalukan, tapi ‘jorok’. Menunjukkan kadar nasionalisme kita parah karena persoalan ada di level pemerintahan,” ucap dia.
Diingatkan Margarito, dua Undang-Undang sudah jelas mengatur untuk mencegah terjadinya kebobolan seperti kasus Arcandra. Pertama, UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang mengatur bahwa orang indonesia yang dengan sadar menjadi warga negara lain maka saat itu juga gugur kewarganegaraan Indonesianya. “Lalu UU 39 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa di Indonesia yang bisa menjadi menteri hanya Warga Negara Indonesia,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: