Jakarta, Aktual.com — Perkara pidana penganiayaan yang berakibat hilangnya nyawa, yang telah disangkakan kepada Novel Baswedan, wajib dilanjutkan dalam ranah pengadilan.
Demikian disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzdakkir, ketika dihubungi, Selasa (9/2).
Mudzakkir mengacu pada Pasal 24 ayat 1 dalam UUD 1945 yang menyatakan ‘Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan asas keadilan’.
“Demi asas keadilan dan penegakan konstitusi hukum, perkara tersebut tidak boleh dihentikan bahkan oleh seorang Presiden.”
Belum lagi, sambung Mudzakkir, berkas perkara yang dituduhkan kepada Novel Baswedan lengkap dan telah dilimpahkan. Terlebih lagi, Undang-undang telah menyatakan bahwa penegakan hukum tidak bisa dintervensi.
“Benar atau tidak akan sangkaan terhadap seorang novel baswedan, biar hakim di pengadilan yang menentukan.”
Sebagai negara yang berasaskan hukum, lanjut Mudzakkir perkara Novel tidak bisa dicampurkan dalam ranah politik, yaitu dugaan adanya unsur kriminalisasi terhadap Novel.
“Karena perkara pidana atas Novel itu, semasa dia menjabat sebagai Kasatreskrim di Polres Bengkulu, memiliki sejumlah bukti yang kuat. Karenanya saya sarankan agar Presiden Jokowi jangan dilibatkan, karena ini murni perkara pidana dan bukan perkara politis. Dan juga sangat aneh jika Kejaksaan memiliki wacana akan menarik perkara ini, padahal berkas telah dinyatakan lengkap oleh pihak Jaksa di Kejaksaan Negeri Bengkulu.”
Penolakan agar perkara Novel jangan dijadikan alat politik pun diserukan oleh sejumlah elite penguasa yakni, dari ketua umum Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat IB) Markoni Koto.
Usai ditemui saat memimpin unjuk rasa guna di depan halaman Istana Negara, Selasa siang tadi Markoni menilai, publik tentu akan menebak sejauh mana kredibitas pemerintah jika perkara Novel dijadikan alat politik karena menghentikan kasus pidana yang menjerat Novel.
“Kami hanya mengingatkan agar elite penguasa jangan mencampurkan perkara pidana ini sebagai unsur kriminalisasi. Dan ada pula wacana perkara ini dihentikan dan novel dipindah dari KPK. Apa dasarnya? Secara hukum pidana, perkara harus diselesaikan dulu di pengadilan. Soal unsur politis, kami kira ini akan membuat rakyat bingung, yang artinya hukum dapat dimain-mainkan melalui campur tangan politik. Kami harap Presiden Jokowi dapat cermat menyikapinya,” ujar Markoni Koto.
Beberapa waktu lalu Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charlian menjelaskan kasus yang menjerat Novel. Kasus tersebut terjadi pada 2004 yang melibatkan enam tersangka kasus pencurian sarang burung walet.
“Setelah dilakukan penangkapan, di sana para pelaku dimasukkan ke mobil lalu dibawa ke pantai panjang, daerah Bengkulu,” ujar Anton kepada wartawan.
Namun saat berada di Pantai Panjang para pelaku ditembak oleh Novel dan beberapa anak buahnya. “Mungkin dikarenakan kesel atau apa, dilakukan penembakan. Novel menembak dua orang dan sisanya anak buahnya,” ujar Anton.
Setelah itu, ada seorang pelaku tewas akibat timah panas yang bersarang di tubuhnya. “Satu orang meninggal dunia, dan lima orang masih hidup. Oleh karena itu, keluarga yang meninggal masih menuntut Mabes Polri karena pada 2016 kasus ini sudah kedaluwarsa,” ujar Anton.
Atas kasus tersebut Novel Baswedan dijerat dua pasal, yaitu pasal penganiyaan berat dan pasal pembunuhan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu