Jakarta, aktual.com – Presiden Joko Widodo telah bersama sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju mengadakan pertemuan untuk membincangkan kontroversi tarif pajak hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, dan spa yang mencapai 40%-75% dalam Undang-Undang HKPD.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut hadir dalam rapat tersebut. Airlangga menyampaikan bahwa Jokowi memberikan beberapa arahan terkait perdebatan mengenai tarif pajak hiburan khusus tersebut.
“Jadi ini rapat internal soal pajak hiburan, tadi presiden mendapatkan masukan berkaitan dengan UU HKPD,” kata Airlangga seusai rapat di Istana Negara, Jumat (19/1/2024).
Menurut Airlangga, hasil pertemuan bersama Jokowi menyatakan bahwa keputusan pertama adalah menteri keuangan dan menteri dalam negeri akan menyusun surat edaran untuk mendorong pemerintah daerah memberikan insentif pajak sesuai dengan Pasal 101 Undang-Undang HKPD.
“Pemberian insentif fiskal dimungkinkan untuk mendukung kemudahan investasi ini berupa pengurangan keringanan pembebasan dan penghapusan pokok pajak dan retribusi dan sanksinya,” ungkap Airlangga.
“Oleh karena itu pemerintah akan keluarkan surat edaran terkait dengan Pasal 101 ini dalam surat edaran yang akan disiapkan Menkeu, edaran bersama Menkeu dan Mendagri,” tegasnya.
Dalam hasil rapat yang kedua, Airlangga menyampaikan bahwa Presiden Jokowi meminta penyusunan skema pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar 10%. Meskipun demikian, rincian teknis dan format insentif tersebut masih perlu dibicarakan oleh instansi terkait.
“Bapak presiden yang minta, untuk diberikan insentif PPh badan 10%. Namun belum diputus, teknisnya masih kami pelajari, masih diberi waktu untuk rumuskan usulan insentif tersebut,” tutur Airlangga.
Airlangga juga menyoroti bahwa dalam pertemuan terbatas tersebut, dibahas kemungkinan bagi daerah untuk menetapkan tarif pajak hiburan di bawah kisaran yang telah ditetapkan dalam UU HKPD, karena menurutnya, UU tersebut memberikan keleluasaan untuk hal tersebut.
Seperti yang diketahui, ketentuan tersebut tidak hanya tercantum dalam Pasal 101 tetapi juga disebutkan dalam Pasal 6, yang menyatakan bahwa jenis pajak seperti pajak hiburan dapat diabaikan jika potensinya kurang memadai dan/atau Pemerintah Daerah memutuskan untuk tidak mengenakannya.
“Bahwa daerah bisa melakukan pajak lebih rendah dari 40%-70%, sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuai dengan insentif yang diberikan terkait dengan sektor yang nanti akan dirinci,” ucap Airlangga.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain