Presiden Joko Widodo. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden Joko Widodo. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta ke semua kepala daerah agar tidak hanya mementingkan laju pertumbuhan tinggi. Sebab jika laju inflasi juga tinggi, bahkan melebihi laju pertumbuhan maka akan percuma.

“Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi kalau inflasi lebih tinggi tidak ada artinya. Karena berarti ada tekor di situ. Nanti saya beri angkanya. Pertumbuhan memang penting, namun inflasi juga sangat penting,” cetus Presiden dalam Rakornas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) ke-VII, di Jakarta, Kamis (4/8).

Memang saat ini, kata Jokowi, antara pertumbuhan dan inflasi menjadi dua PR besar pemerintah. Satu sisi, pertumbuhan harus digenjot, tapi di sisi lain, inflasi juga harus dikendalikan.

Dirinya pun mengaku, setiap pagi hari selalu memantau laju pertumbuhan dan inflasi baik secara nasional maupun di daerah-daerah. Untul itu, salah satu penyumbang inflasi, harga-harga bahan pokok juga jangan sampai ketinggian.

“Apalagi kita ini negara besar dengan 34 Provinsi. Jadi tantangannya lebih sulit. Kalau hanya negara kecil, itu mudah. Makanya TPID harus kuat,” keluhnya.

Namun dia menyayangkan, adanya beberapa daerah terutama kabupaten/kota yang tidak memiliki TPID. Timnya terdiri pihak kepolisian, jaksa, BI, dan pemda sendiri. Untuk itu, Jokowi menyebutkan, harus ada anggaran untuk pengendalian harga.

“Sehingga begitu (harga) bergejolak bisa diintervensi. Intervensi ada beberapa hal dari APBD, dan lainnya. Tapi harus ada inovasi yang baik (dalam pengendalian harga),” jelas Presiden.

Jokowi mncontohkan, pernah terjadi angka pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen, tapi angka inflasinya sebesar 8,53 persen. Tapi periode lainnya, pertumbuhan hanya 4,9 persen, tapi inflasinya masih lebih rendah di level 3,53 persen.

“Pilih mana? Yang pertama pertumbuhan menang tapi inflasinya 8,53 persen. Dan pertumbuhan yang 4,9 persen, inflasinya 3,5 persen. Pilih kedua? Hati-hati,” kata dia.

Jadi, lanjut Jokowi, jangan hanya melihat pertumbuhan yang besar. “Ada yang lapor ke saya, Pak pertumbuhandi tempat saya capai 9 persen. Jangan seneng dulu. Saya harus lihat juga inflasimu berapa? Kalau pertumbuhan 9, tapi inflasi 15 persen, maka rakyat tekor 6 persen. Mereka punya uang tapi kalau beli sesuatu mahal,” cerita Presiden.

Di NTB, kata dia, pertumbuhan ekonomi lalu 9,09 persen, tapi inflasinya tolong dilihat juga. Juga di tempat lain ada yang pertumbuhan 7 persen, harus dilihat dulu inflasinya berapa. “Jadi harus hati-hati. Karena apa? Inflasi juga harus dikendalikan,” cetus Jokowi.

Jokowi juga menyentil soal distribusi pasokan yang akan berdampak kepads laju inflasi. Apalagi saat ini, banyak bupati dan walikota baru, maka perlu disampaikan pentingnya pendalian inflasi.

Dia memberi contoh soal harga bawang merah. Di Brebes sebagai daerah produsen bawang, hanya mencapai Rp12 ribu-14 ribu per kg. Tapi ketika sudah berada di pasar melonjak menjadi Rp 40 ribu per kg. “Itu ada masalah. Bukan hanya faktor transportasi tapi juga penyimpanan barangnya, loading dan unloading,” terang dia.

Dia menegaskan, laju inflasi nasional 2014 sebesar 8,36 psn, dan di 2015 cuma 3,35 persen. Di tahun ini, Jokowi harapkan antara 3-4 persen.

“Dan kita harapkan di 2018, inflasinya 3,5 persen plus minus 1 persen. Pokoknya harus turun. Kalau bapak ibu, bisa melakukan ini, rampung kita. Katakan bisa ditekan di bawah 2 persen inflasinya dan pertumbuhan 5 persen. Maka rakyat yang kuat, karena belanja mudah. Gampannya itu,” pungkas Jokowi.

Laporan: Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby