Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pembebasan menggelar aksi unjuk rasa menolak penerbitan Perppu 2/2017 sebagai perubahan atas UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Silang Monas, Jakarta, Rabu (12/7/2017). Dalam aksinya Gema Pembebasan menuding pemerintahan Joko Widodo telah bersikap represif melalui Perppu yang mengatur keberadaan ormas tersebut. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Ketua Advokasi Hukum Front Pembela Islam (FPI) Zainal Abidin Petir memandang perlu ada tolok ukur jelas soal kegentingan yang memaksa sebelum Presiden menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).

“Jangan ada kesan bahwa Presiden mengeluarkan perpu karena ‘tidak puas’ dengan sanksi yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas),” kata Petir di Semarang, Minggu (16/7).

Dalam Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU tentang Ormas disebutkan bahwa UU Ormas mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif.

Petir mengatakan bahwa Presiden memang berhak menetapkan perpu sebagaimana kentuan dalam konstitusi, Pasal 22 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Namun, ada syaratnya, yakni dalam kondisi kegentingan yang memaksa (vide Pasal 1 Angka 4 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka