Washington, DC, Aktual.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendadak menyerukan penangkapan terhadap mantan Presiden Barack Obama. Trump menuding pemerintahan Demokrat di bawah kepemimpinan Obama sengaja menyesatkan publik dalam penilaiannya terhadap Pemilu 2016 .
Dilansir dari Al Jazeera, saat menggelar pertemuan di Ruang Oval dengan Presiden Filipina Ferdinand ”Bongbong” Marcos Jr, Trump menuduh Obama, memimpin konspirasi kriminal.
Saat ditanya wartawan siapa yang seharusnya menjadi target utama investigasi kriminal yang direkomendasikan dalam laporan Gabbard, Trump menjawab: ”Berdasarkan apa yang saya baca, dan saya membaca hampir semua yang Anda baca, itu adalah Presiden Obama. Dia yang memulainya, dan Biden ada di sana bersamanya. Dan [James] Comey [mantan direktur FBI] ada di sana, dan [James] Clapper [mantan direktur intelijen nasional], seluruh kelompok itu ada di sana.”
”Pemimpin geng itu adalah Presiden Obama, Barack Hussein Obama. Dia bersalah. Ini pengkhianatan. Itulah semua kata yang bisa kau pikirkan. Mereka mencoba mencuri pemilu. Mereka mencoba mengaburkan pemilu. Mereka melakukan hal-hal yang tak pernah terbayangkan, bahkan di negara lain,” lontar Trump kepada wartawan, Selasa malam (22/7) waktu setempat.
Presiden Trump sendiri memiliki sejarah menyebarkan kebohongan terkait pemilu, termasuk dengan menyangkal kekalahannya sendiri dalam pemilihan tahun 2020. Namun sejak menjabat untuk masa jabatan kedua, pada Januari 2025, ia berupaya melunasi utangnya atas kemenangannya dalam kontes presiden tahun 2016, yang menimbulkan pertanyaan tentang dugaan upaya Rusia untuk memengaruhi hasilnya.
Seperti diketahui, pada tahun 2016, di penghujung masa jabatan kedua Obama, Badan Intelijen Pusat (CIA) menyimpulkan bahwa Rusia telah berupaya memengaruhi hasil pemilu agar menguntungkan Trump. Obama menanggapi tuduhan tersebut dengan mengusir diplomat Rusia dan menjatuhkan sanksi kepada negara tersebut.
Penilaian komunitas intelijen pada tahun 2017 kemudian menawarkan rincian tentang kampanye pengaruh Rusia. Namun, pada tahun 2019, laporan penasihat khusus menemukan tidak cukup bukti untuk mendukung klaim bahwa tim kampanye Trump telah berkolusi dengan Rusia. Namun, laporan tersebut sekali lagi menegaskan pernyataan pemerintah bahwa Rusia telah mengintervensi pemilu ”secara menyeluruh dan sistematis”.
Namun, Trump menggambarkan penyelidikan tersebut sebagai serangan yang dipolitisasi yang dirancang untuk melemahkan kewenangannya. Trump juga mengutip klaim terkini dari direktur intelijen nasionalnya, Tulsi Gabbard, untuk menegaskan adanya kesalahan di pihak pemerintahan Obama.
”Mereka benar-benar mengelabui Presiden Obama. Mereka mencoba memanipulasi pemilu, dan mereka ketahuan, dan konsekuensinya harus sangat berat,” tegas Trump lagi.
Untuk diketahui, tuduhan keras Trump itu tentang apa yang disebutnya ”tipuan Rusia” muncul beberapa hari setelah direktur intelijen nasional Tulsi Gabbard merilis siaran pers tentang subjek tersebut pada 18 Juli.
Dalam pernyataan tersebut, kantor Gabbard menegaskan bahwa ia ”mengungkapkan bukti yang sangat kuat” bahwa ”Presiden Obama dan anggota kabinet keamanan nasionalnya merekayasa dan mempolitisasi intelijen untuk meletakkan dasar bagi apa yang pada dasarnya merupakan kudeta selama bertahun-tahun terhadap Presiden Trump”.
Gabbard menindaklanjuti rilis tersebut dengan serangkaian unggahan media sosial, beberapa diantaranya mengindikasikan bahwa ia telah mendesak Departemen Kehakiman (DOJ) untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap Obama. Ia menyebut pengawasan terhadap Pemilu 2016 sebagai ”konspirasi pengkhianatan”.
”Tujuan mereka adalah untuk menggulingkan Presiden Trump dan menumbangkan keinginan rakyat Amerika,” tulis Gabbard.
”Seberapa pun kuatnya, setiap orang yang terlibat dalam konspirasi ini harus diselidiki dan dituntut seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku. Kami menyerahkan semua dokumen kepada Departemen Kehakiman untuk diproses secara pidana,” tulis Gabbard.
Obama Membantah
Sementara itu, dilansir dari The Guardian, pihak Obama, langsung mengeluarkan bantahan tegas. ”Demi menghormati jabatan kepresidenan, kantor kami biasanya tidak menghargai omong kosong dan misinformasi yang terus-menerus mengalir dari Gedung Putih ini dengan sebuah tanggapan,” demikian pernyataan tersebut.
”Namun, klaim-klaim ini cukup keterlaluan untuk ditanggapi. Tuduhan-tuduhan aneh ini menggelikan dan merupakan upaya pengalihan perhatian yang lemah.”
”Tidak ada satu pun dalam dokumen yang dikeluarkan minggu lalu yang melemahkan kesimpulan yang diterima secara luas bahwa Rusia berupaya memengaruhi pemilihan presiden 2016, tetapi tidak berhasil memanipulasi suara apa pun,” pihak kantor Obama.
”Temuan ini ditegaskan dalam laporan tahun 2020 oleh Komite Intelijen Senat bipartisan, yang dipimpin oleh Ketua saat itu, Marco Rubio.” lanjut pernyatan tersebut.
(Indra Bonaparte)

















