Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior Rizal Ramli dalam ingatannya pernah mendapat pertanyaan dari Mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew terkait dengan proses pelaksanaan pemilihan presiden di Indonesia, dikatakannya bahwa menurut Lee Kuan Yew bahwa undang-undang presidential threshold tidak sejalan dengan implementasinya.
“Indonesia bukan presidetial threshold tapi parlementer. Karena, yang parlementer itu dipilih dulu anggota DPR, seperti kami Singapura. Nanti setelah tiga bulan baru dipilih perdana menteri atau presiden” kata Rizal meniru apa yang dikatakan Lee Kuan Yew pada awak media di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (9/7).
“.Indonesia kan sistem nya begitu, itu namanya parlementer,” tambahnya.
Rizal katakan, bahwa dirinya baru sadar saat melihat proses pemilihan presiden di Prancis. Dimana Ia melihat seorang tokoh muda bernama Macron yang membangun partai baru dengan modal 200 ribu anggota dalam jejajring sosial media yang akhirnya mampu menjadi partai mayoritas.
“Lawan partai-partai yang besar, lawan tokoh-tokoh yang besar. Tetapi karena rakyat Prancis ingin perubahan, dia pilih Macron jadi presiden. Tiga bulan kemudian baru pemilihan anggota DPR di Prancis,” ujarnya.
“Partai Macron yang gurem tiba-tiba menjadi partai besar, partai mayoritas. Sehingga presiden ngga perlu dagang-dagang sapi di DPR, kasih bagi-bagi jabatan, tidak perlu bagi-bagi duit, wong dia mayoritas. Itulah esensi sebetulnya, ini yang kita minta dirubah,” sambungnya.
Berikut cuplikannya:
Laporan: Warnoto