Jakarta, Aktual.com – Ratusan nelayan pantai utara Jakarta siang ini berencana mengajukan penangguhan penahanan terhadap tiga rekannya oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Ketiga nelayan yang ditahan merupakan warga Pulau Pari, Jakarta Utara.

“Ratusan nelayan pulau Pari mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan atas kriminalisasi 3 nelayan Pulau Pari yang mengelola pantai,” terang Tigor Hutapea dari DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia dalam keterangan tertulisnya kemarin (22/5).

Tigor yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Pulau Pari mengungkapkan, pada tahun 2010 seluruh nelayan sepakat membuka pariwisata pantai perawan sebagai alternatif ekonomi rakyat secara swadaya tanpa melibatkan pihak pemerintah atau swasta.

Dimana setiap pengunjung diminta donasi sebesar Rp 5000. Apabila pengunjung tidak ingin membayar, maka tidak ada paksaan untuk membayar. Donasi ini digunakan untuk upah petugas kebersihan, membangun sarana dan prasarana penunjang.

Dari saung, tempat olahraga, kamar mandi, biaya penerangan, mushola, alat kebersihan dan sebagian dana kemudian disumbangkan ke mesjid dan untuk santunan anak yatim piatu.

Tiba-tiba, lanjut Tigor, PT Bumi Pari pada tahun 2015 muncul dan mengklaim kepemilikan Pulau Pari hingga 90 persen. Padahal, sudah puluhan tahun nelayan Pulau Pari menghuni dan bermukim di wilayah tersebut.

“Pada 12 Mei 2017 Polres Kepulauan Seribu menangkap tiga nelayan dengan tuduhan melakukan pungli karena menarik donasi Rp 5000. Para nelayan menduga ini ada kaitannya dengan usaha privatisasi pulau,” jelasnya.

Dalam prosesnya, jaksa akhirnya menahan ketiga nelayan ini. Diketahui pula jika Polres Kepulauan Seribu telah memberikan penangguhan penahanan. Nelayan yang tidak terima perlakuan PT Bumi Pari juga berencana mengajukan penangguhan penahanan agar rekannya tidak ditahan.

Rencananya, pengajuan penjaminan penangguhan penahanan digelar di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Jalan Enggano No 1, Tanjung Priok. Aksi yang dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dirangkai dengan aksi teatrikal.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: