Jakarta, Aktual.co — Mantan Kepala BP Migas (saat ini SKK Migas) Raden Priyono angkat bicara terkait kontrak-kontrak blok migas asing yang akan segera habis. Ia menyebut bahwa perusahaan asing yang kontraknya akan habis dan tidak menunjukan aktifitas positif untuk untuk perpanjangan maka sudah sepatutnya diputus kontrak.
“Kalau habis dan tidak menunjukan suatu aktifitas yah diputus saja kontraknya. Diberikan kepada yang berminat, kemudian dilihat lagi yang berminat itu apakah memenuhi persyaratan secara finansial, masalah tenaga ahlinya, dan pengetahuan lapangannya,” kata Raden dalam acara diskusi di Unika Atma Jaya, Jakarta, Rabu (25/2).
Meski begitu, lelaki yang biasa di sapa Pri ini menyatakan ketidaksetujuannya jika kontrak blok migas yang habis tersebut diambil alih oleh pemerintah atau dinasionalisasi.
“Saya kira itu (Nasionalisasi) diurutan terakhir, karena tanpa nasionalisasi pun kita sebenarnya bisa mendapatkan banyak untuk negara. Karena kalau kita mau masuk globalisasi lalu kita bicara nasionalisasi saya rasa agak lucu. Ini mau kemana sih negara ini, kita mau mengakui adanya globalisasi atau kita mau sendirian dalam politik global energi,” ujar Pri.
Ia mencontohkan, sekelas negara adi daya seperti Amerika Serikat pun sangat membutuhkan keberadaan investor asing. Hal itu dilakukan guna menghindarkan negara dari resiko.
“Amerika saja, satu negara yang kapitalis mereka membutuhkan investasi asing. Apalagi kalau bicara migas, nilai investasinya bukan 1 miliar atau 10 milyar, tapi triliunan,” jelasnya.
Artinya bahwa, apakah nasional memiliki kapasitas seperti itu? “Satu triliun hilang dalam tujuh bulan misalnya, dan tidak ada barangnya kalau gagal. Oleh karena itu undang-undang migas itu mengatakan bahwa resiko itu tidak boleh ada di negara. Artinya jangan sampai juga asing itu bangkrut karena berinvestasi ke sesuatu yang beresiko tinggi. Untuk nasionalisasi enggalah, tapi memihak kepada kepentingan nasional itu wajib. Caranya aja yang di sesuaikan dengan jaman,” tukas dia.
Lebih lanjut, ketika dimintai pendapatnya terkait industri dan kinerja Kementerian ESDM dan Pertamina saat ini, Pri enggan berkomentar banyak.
“Terlalu prematur menguji satu kinerja migas dalam waktu 3-4 bulan ini. Kalau 6 bulan sampai 1 tahun baru bisalah,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka