Jakarta, Aktual.com — Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro menepis adanya dugaan persekongkolan dan kesengajaan mebuat perusahaan pelat merah itu merugi atas kerjasama dengan PT Bumi Sarana Migas (BSM) milik anak Wapres JK, yakni Solihin Kalla dalam pembangunan terminal LNG (Gas Alam Cair) di Bojonegara, Banten, Jawa Barat.
Dia menjelaskan bahwa MoU yang pernah dilakukan, baru hanya sebatas kesepakatan study bersama untuk mengembangkan proyek itu, sehingga tegasnya Pertamina tidak memiliki keterikatan dan resiko kerugian apapun.
“Kita belum mempunyai keterikatan perjanjian apapun melainkan hanya MoU untuk melakukan joint study bersama, gimanasih potensinya yang ada dan sebagainya, jadi baru MoU join study belum ngomong apa-apa, belum ngomong pipa,” katanya di Jakarta, Kamis (28/4).
Namun lanjutnya, Pertamina masih punya waktu untuk menjajaki dan meninjau semua hasil dari perencanaan yang ada.
“Tentu dalam hal ini kita akan pembandingkan dengan policy yang sudah ada, kalau memang mereka akan memberikan service kepada pertamina, berarti harganya harus kompetitif, kita harus lihat marketnya seperti apa,” pungkasnya.
Namun berdasarkan keterangan Ketua Unum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono bahwa pada proyek tersebut terjadi pelanggaran Undang-Undang dan menyebabkan kerugian yang diderita PT Pertamina.
Selain itu menurutnya pihak Pertamina telah menyetujui proyek itu tanpa adanya tender melainkan melalui penunjukan langsung berdasarkan Feasibility study.
“Ini feasibility study Gaya Abunawas dari PT Bumi Sarana Migas milik keluarga Wapres JK, yang pasti pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi Pertamina yakni melanggar UU Persaingan Usaha, yaitu ada dugaan konspirasi tanpa melalui tender terbuka,” tuturnya kepada Aktual.com, Rabu (20/4).
Selanjutnya biaya dan resiko dalam kerjasama dengan PT BSM sangat merugikan negara dimana semua resiko pembangunan pipa sepanjang 150km ditanggung Pertamina, artinya infrastruktur jaringan pipa gas ke Muara Tawar yang Bangun Pertamina, tapi anehnya kepemilikan saham Pertamina hanya 15 % di Stasiun Fasilitas Pendukung untuk LNG itu.
Ditambah lagi semua keterlambatan pasokan gas LNG ke stasiun fasilitas pendukung LNG ke konsumen ditanggung oleh Pertamina, sedangkan PT BSM tidak menanggung resiko apapun.
“Semua resiko dilimpahkan ke Pertamina, lalu mana resiko yang harus ditanggung oleh PT BSM, di sini BSM hanya jadi broker untuk mencari pendanaan pada proyek fasilitas pendukung LNG dari Tokyo Gas dan Mitsui,” tukasnya.
Bukan hanya itu, menurutnya proyek ini merupakan bentuk perampokan terhadap Pertamina, karena sesunggunya Pertamina mampu mengerjakan proyek ini tanpa melakukan kerjasama dengan PT BSM.
“Kalau untuk proyek ini, Pertamina bisa jalan sendiri kok atau mengandeng Petragas. Pertamina kan pemasok Gas LNG yang baru punya pesaing yaitu PGN, artinya Pertamina punya Captive market sendiri dan Market leader di sektor penjualan LNG,” imbuhnya.
Dia menyatakan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu akan melaporkan Pertamina ke KPPU dengan dugaan adanya persekongkolan jahat dalam tender dan melaporkan juga ke KPK karena proyek ini diduga syarat dengan korupsi dan gratifikasi, lalu kemudian juga menyurati DPR untuk membatalkan proyek ini
“Kalau model kerjasamanya seperti ini. diduga petinggi Pertamina atau petinggi di kementerian BUMN yang titip Saham di projek ini,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka