Jakarta, Aktual.com – Jaringan lintas aktivis ProDem menganggap proyek Meikarta sebagai fenomena gunung es dari carut marutnya persoalan agraria di tanah air.
Hal ini diungkapkan Sekjen ProDem Satyo Purwanto dalam keterangan tertulis yang dikirim kepada Aktual, Senin (22/10).
“Sengkarut persoalan seperti proyek Meikarta adalah fenomena gunung es dalam persoalan Agraria di Republik ini karena pemerintah dari periode sebelumnya hingga pemerintah Jokowi tidak pernah menjalankan UU No 5 Tahun 1960 secara komprehensif dalam menangkap spiritnya,” jelasnya.
UU 5/1960 atau biasa disebut UU Pokok Agraria (UU PA) merupakan landasan hukum dari segala hal yang berkaitan dengan permasalahan agraria di Indonesia.
Pria yang akrab disapa Komeng ini mengungkapkan, persoalan Meikarta sendiri menguak di ruang publik pada tahun lalu, setelah promosi besar-besaran yang dilakukan oleh Grup Lippo dan mantan Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mizwar menyatakan proyek tersebut nihil izin.
Pemprov Jabar pada masa itu hanya memberikan izin kepada Grup Lippo untuk menggarap lahan seluas 84,7 hektar saja. Namun pada kenyataannya, Meikarta justru dibangun di atas lahan seluas 774 hektar, atau hampir sepuluh kali lipat dari izin awal.
Proyek Meikarta sendiri kembali mencuat ke permukaan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus suap dalam perizinan proyek ini pada beberapa waktu lalu.
“Memang sedari awal Meikarta mega proyek Lippo Group tersebut sudah terbelit sejumlah permasalahan mulai dari tata ruang, perizinan properti, AMDAL, Fasos Fasum,” kata Komeng.
“Mereka (Grup Lippo) juga massive melakukan pemasaran padahal tanpa dukungan izin pembangunan proyek yang belum lengkap dan terancam mangkrak akan tetapi pada umumnya pengembang besar seperti Lippo group mereka seperti orang sakti di Republik ini,” sambungnya.
Selain itu, Komeng juga menyoroti sikap Menteri Koordinator Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan yang justru cenderung mendukung proyek bermasalah ini pada tahun lalu.
Ia menilai, pada prinsipnya UU PA merupakan peraturan yang dapat diandalkan untuk melindungi hak-hak rakyat saat berhadapan dengan penguasa maupun korporasi dalam bidang agraria.
“Karena UU PA adalah hukum yang berkarakter responsif ketika diproduksi oleh Orde Lama, namun ia dilingkupi oleh berbagai undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang diproduksi Orde Baru yang pada umumnya bersifat represif,” terang Komeng.
“Dalam rumusan lain, dinyatakan bahwa UU PA bersifat populis namun dikelilingi oleh peraturan yang bersifat kapitalistik liberal sehingga Pemerintah abai menjalankan peran sebagai pelaksana utama pembangunan Nasional karena pembangunan kota pada umumnya diambil alih atau diserahkan kepada swasta yang hanya mengejar keuntungan!” pungkas Komeng.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan